Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - PT Mass Rapid Transit Jakarta atau MRT Jakarta menerima 51 pengembangan interkoneksi antara stasiun Ratangga dengan gedung di sekitarnya. Kepala Divisi Transit Oriented Development PT MRT Jakarta Gunawan mengatakan permintaan pengembangan jalur penghubung berupa jembatan atau terowongan itu tersebar di 13 stasiun MRT.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Beberapa yang masuk ke kami sudah melakukan MoU (penandatangan nota kesepahaman,” kata Gunawa dalam diskusi pengembangan TOD MRT Jakarta di gedung Transport Hub, Jakarta Pusat, Rabu, 4 Oktober 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu pengembangan interkoneksi yang telah disepakati berada di Stasiun Fatmawati. Lokasi pembangunan interkoneksi berupa jembatan itu berada di dekat gedung Ventura Building dan Kecamatan Cilandak.
Jembatan tersebut nantinya bakal melewati jalan tol dari dekat gedung Ventura menuju Stasiun MRT Fatmawati. “Mereka tertarik membangun interkoneksi itu dan mempunyai anggaran,” ujarnya.
Selain di Stasiun Fatmawati, pengembangan interkoneksi juga sudah dicanangkan di Stasiun Benhil. Di sana, pengembangan yang ingin membangun jembatan penghubung itu adalah PT Intiland Development Tbk.
Pengembang tersebut ingin membangun interkoneksi antara gedung Intiland Tower dengan Stasiun Benhil. “Pekan depan juga ada MoU dengan beberapa gedung yang ingin membangun interkoneksi ke Stasiun Thamrin,” ujarnya.
Skema biaya pengembangan interkoneksi Stasiun MRT
Adapun biaya proses pengembangan interkoneksi, kata dia, tergantung dari panjang jembatan atau terowongan yang akan dibangun. Soal pendanaan pembangunan interkoneksi tersebut, kata dia, terdapat sejumlah skema pembiayaan yang bisa dilakukan. Salah satunya, pembiayaan pembangunan interkoneksi bisa melalui anggaran pengembang sendiri maupun kolaborasi dengan MRT.
Selain itu, MRT juga bisa mencarikan investor untuk pembangunan interkoneksi gedung di sekitar MRT ke stasiun Ratangga. “Bahkan ada investor luar menawarkan bantuan dengan cara bisa dicicil sepuluh tahun,” ujarnya. “Bikin terowongan bisa dicicil. Jadi banyak jalan mengembangkan interkoneksi. “
Pengembangan interkoneksi yang akan segera dimulai adalah jembatan penghubung gedung UOB dengan Stasiun MRT Dukuh Atas. MoU pembangunan interkoneksi Gedung UOB itu telah dilakukan sejak 2021 lalu. Setelah interkoneksi itu rampung terbangun, kata dia, pengelolaan jembatan tersebut akan berada di bawah MRT.
Salah satu contoh interkoneksi yang telah terbangun dan dikelola MRT adalah Jembatan Penyebaran Multiguna (JPM) Lebak Bulus yang dibangun PT Intiland. Jembatan tersebut menghubungkan Stasiun MRT Lebak Bulus dengan Poins Square. Interkoneksi yang dikelola MRT, kata dia, akan menjadi sumber penghasilan tambahan perusahaan daerah tersebut yang berasal dari iklan hingga ritail.
Interkoneksi akan jadi salah satu sumber pendapatan dan area bisnis
Sumber pendapatan dari bisnis pengelolaan interkoneksi tersebut nantinya untuk membiayai pemeliharaan hingga keamanan jembatan atau terowongan yang dikelola MRT. “Dengan kami yang mengelola juga jadi bisa meringankan DKI dari segi anggaran perawatan kebersihan dan keamanannya.”
Chief Business Development, PT Inti Menara Jaya Indra Yoga mengatakan perusahaan mereka mau berinvestasi membangun JPM Lebak Bulus karena melihat ekosistem TOD yang bakal terbentuk di kawasan Stasiun MRT Lebak Bulus. Ekosistem tersebut diperkirakan baru bisa terlihat antara 5-10 tahun mendatang.
“Karena ketika ekosistem telah terbntuk orang akan susah mencarinya. Sekarang ketika ada mengapa tidak mau dikembangkan,” ujarnya.
Intiland, kata dia, telah memikirkan kerja sama dengan MRT bahkan sejak pengembangan transportasi publik itu mulai dilakukan peletakan batu pertama pada 2013 lalu. Proses pengembangan TOD MRT, kata dia, merupakan konsep pengembangan kawasan masa depan yang bergantung terhadap transportasi publik.
Dalam bebera tahun ke depan, kata dia, kota bakal semakin padat. Sedangkan akses jalan semakin terbatas dan jumlah kendaraan meningkat. Sehingga transportasi masal yang nyaman dan handal menjadi sangat dibuutuhkan. “Itu menjadi acuan kami mengembangkan strategi bisnis internal ke depan,” ujar Yoga. “Kami lihat MRT itu salah satu yang memiliki level kenyamanan yang paling tinggi. Sesuai dengan target bisnis kami.”
Ia berharap pengembang lain mau ikut berkolaborasi dalam pengembangan kawasan TOD MRT. Menurut dia, pengembangan kawasan TOD perlu dilakukan untuk mempercepat pengguna angkutan pribadi agar beralih ke angkutan publik.
“Di South Quarter kami menampung 12 ribu karyawan. Jadi kebayang jika 40 persen pengguna kendaraan pribadi beralih ke angkutan umum karena ada interkoneksi gedung dengan transportasi publik,” ucapnya.