Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pembakaran Alquran di Swedia menuai reaksi keras dari sejumlah negara muslim. Negara-negara di Arab mengutuk insiden yang dilakukan oleh para ekstremis di Swedia. Aksi itu disebut sebagai provokasi terhadap perasaan umat Islam, penghinaan besar terhadap kesucian dan hasutan untuk kebencian dan kekerasan di bulan Ramadan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adalah kelompok sayap kanan yang dipimpin oleh politisi Denmark-Swedia Rasmus Paludan yang melakukan aksi membakar Alquran. Peristiwa itu dimulai pada Kamis, 14 April 2022 di Linkoping selatan di Swedia, di bawah perlindungan polisi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dikecam Negara-negara Arab
Setelah peristiwa pembakaran Alquran di Swedia itu, sejumlah kerusuhan yang dipicu oleh aksi protes meletus di Swedia dalam beberapa hari terakhir. Bentrok terjadi antara pengunjuk rasa dengan polisi yang berakibat puluhan orang terluka. Sebuah video viral menunjukkan anak-anak muda memecahkan kaca mobil polisi dan meneriakkan “Allahu Akbar.”
Kementerian Luar Negeri Arab Saudi menyebut pembakaran Alquran di Swedia adalah penyalahgunaan yang disengaja oleh para ekstremis di Swedia. Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Luar Negeri Saudi menyoroti pentingnya menyebarkan nilai-nilai dialog, toleransi, dan koeksistensi.
Kecaman juga datang dari Uni Emirat Arab. Penasihat presiden di UEA, Anwar Gargash, menganggap insiden kebencian dan intoleransi terhadap Islam di Swedia sebagai ancaman terhadap prinsip koeksistensi.
Gargash mengatakan di halaman resminya di Twitter, “Gelombang kebencian dan intoleransi yang disaksikan Swedia terhadap agama Islam kita yang sebenarnya ditolak dan menimbulkan bahaya bagi adopsi ideologi yang menolak prinsip-prinsip koeksistensi.”
Kementerian Luar Negeri Kuwait bersikap senada. Pembakaran Alquran di Swedia adalah provokasi serius terhadap umat Islam di seluruh dunia. Hasutan itu merusak nilai-nilai koeksistensi dan toleransi.
Kementerian Luar Negeri Qatar menggambarkan insiden itu sebagai kekejian dan mencederai perasaan dua miliar umat muslim di dunia. Qatar juga menolak segala segala bentuk ujaran kebencian berdasarkan keyakinan, ras, atau agama.
Iran bersikap lebih tegas. Kementerian Luar Negeri Iran menuntut pihak berwenang Swedia menanggapi dengan tegas atas peristiwa pembakaran Alquran. "Iran mengutuk pembakaran Al-Qur'an di Swedia oleh orang Denmark yang rasis dengan dalih kebebasan berekspresi di bawah naungan polisi Swedia," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Saeed Khatibzadeh dalam sebuah pernyataan.
Kemarin, Irak memanggil diplomat top Swedia di Baghdad untuk memprotes masalah ini usai diminta oleh ulama Syiah Irak terkemuka Muqtada al-Sadr. Iran juga
untuk melakukannya. Iran juga memanggil kuasa usaha Swedia di Teheran kemarin. Kecaman pun datang dari Yordania dan Qatar.
Kementerian Luar Negeri Turki juga mengutuk pembakaran itu dalam sebuah pernyataan Senin. "Kami mengutuk, dengan cara sekuat mungkin, serangan dan provokasi terhadap Muslim, Islam, Al-Qur'an dan tempat-tempat ibadah di berbagai belahan dunia selama bulan suci Ramadhan," kata pernyataan itu.
Kronologi Pembakaran Alquran di Swedia
Pembakaran Alquran di Swedia memicu unjuk rasa yang berakhir rusuh. Dilansir dari Aljazeera, Senin, 18 April 2022, kekerasan dimulai pada hari Kamis setelah adanya aksi pembakaran Alquran di Swedia oleh Rasmus Paludan.
Pada hari Minggu, pengunjuk rasa kembali berkumpul untuk memprotes rencana Paludan itu. Di kota Malmo, sebuah bus terbakar setelah pelaku tak dikenal melemparkan benda yang terbakar ke kendaraan tersebut, lapor penyiar SVT. Para pelaku berhasil melarikan diri dari kendaraan sebelum ada yang terluka.
Kendaraan lain dan beberapa tempat sampah juga dibakar di Malmo dan polisi dilempari batu dan bom molotov pada Sabtu malam.
Sementara itu, polisi menegaskan, dalam peristiwa Norkopping, tidak ada cedera yang mengancam jiwa para demonstran.
Paludan pernah menggelar demo yang berakhir dengan ricuh beberapa tahun terakhir. Pada November 2020, ia ditangkap di Prancis dan dideportasi. Lima aktivis anti-islam lainnya ditangkap di Belgia tak lama setelah itu, dituduh berniat "menyebarkan kebencian" dengan membakar Alquran di Brussel.
Dibela Perdana Menteri Swedia
Perdana Menteri Swedia Magdalena Andersson mengutuk kerusuhan yang melanda beberapa kota menyusul demonstrasi anti-Muslim dan anti-imigrasi oleh Rasmus Paludan.
“Saya akan membuatnya sangat jelas, mereka yang menyerang polisi Swedia, menyerang masyarakat demokratis Swedia, harus ditangkap. Pelaku harus dituntut dan menjalani hukuman di penjara,” kata Andersson kepada surat kabar Aftonbladet dalam sebuah surat.
Dia mengaku muak dengan pandangan kebencian Paludan. Namun dia menekankan pemerintah tak dapat menerima pelaku kekerasan. “Selama beberapa hari terakhir, kami menyaksikan pemandangan mengerikan di banyak kota di Swedia. Petugas polisi yang ingin merayakan Paskah bersama keluarga mereka dalam suasana damai terpaksa melindungi hukum dan kebebasan berbicara, sambil mempertaruhkan nyawa mereka, ”tambah Andersson.
Polisi memiliki bukti untuk mengasumsikan bahwa kerusuhan itu diorganisir oleh kelompok-kelompok kriminal. Andersson juga menambahkan bahwa demonstrasi tersebut diikuti oleh komunitas Muslim setempat.
Dalam pernyataan sebelumnya Magdalena Andersson membela aksi pembakaran Alquran di Swedia tersebut. Menurut dia, apa yang dilakukan oleh Rusmus Paludan adalah bentuk kebebasan berekspresi. Dia juga menekankan bahwa kekerasan tidak sepatutnya dilakukan.
"Di Swedia, orang-orang diizinkan untuk mengekspresikan pendapat mereka, tidak peduli jika aksi tersebut sopan atau tidak sopan. Itu adalah bagian dari demokrasi," ujar Andersson.
Baca: Sosok Rasmus Paludan, Pembakar Alquran di Swedia yang Disebut Mirip Donald Trump
ALARABIYA | MIDDLE EAST MONITOR | AL JAZEERA | SPUTNIK