Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta- Pemerintah pusat memperbolehkan kompensasi pelampauan nilai koefisien lantai bangunan (KLB) diberikan dalam bentuk barang, bukan uang, seperti kebijakan pemerintah daerah Jakarta. Kompensasi barang dianggap sah karena diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Boediarso Teguh Widodo, menjelaskan bahwa dalam aturan itu pemerintah daerah diperbolehkan mengenakan pajak yang tinggi atau kompensasi terhadap pelanggaran tata ruang. Pelampauan KLB adalah contoh pelanggaran itu.
Pemerintah Jakarta, kata Boediarso, melalui Peraturan Gubernur Nomor 251 Tahun 2015 tentang perubahan Peraturan Gubernur Nomor 175 Tahun 2015, memilih membangun infrastruktur sebagai kompensasi atas pelampauan atau pelanggaran KLB tersebut. Jadi, ujar dia, pembangunan itu tidak perlu masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Baca: Proyek Kompensasi DKI Jakarta Bebas Tak Dilelang
“Kalau pemerintah Jakarta memilih pajak, maka itu harus masuk APBD,” ujar Boediarso Kamis 6 April 2017. Tapi, kata dia, hal itu tidak bisa dilakukan karena terbentur Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. “Besaran tarif pajak sudah diatur maksimumnya.”
Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, Agus Prabowo, sepakat dengan kebijakan pemerintah Jakarta yang mengenakan kompensasi dalam bentuk infrastruktur, bukan kas. Menurut dia, kompensasi yang masuk APBD itu cara kuno karena harus dibahas dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. “Akan lama. Sekarang ini harus serba cepat,” ujarnya.
Agus menganggap kebijakan pemerintah Jakarta ini sebuah terobosan dalam tata kelola keuangan negara. Ia tak mempersoalkan jika proyek kompensasi itu melalui penunjukan, bukan lelang, karena ada tim audit setelah barang diserahkan. “Yang tidak boleh itu nyolong.”
Baca: KPK Pertanyakan Proyek Kompensasi di DKI
Tapi Wakil Ketua DPRD Jakarta, Triwisaksana, menilai kompensasi KLB harus dalam bentuk uang sehingga masuk ke APBD, agar tak ada masalah di kemudian hari. “Ini kan pungutan dari masyarakat, jadi harus masuk kas daerah,” ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera itu.
Asisten Sekretaris Daerah Bidang Pembangunan dan Lingkungan Hidup, Gamal Sinurat, mengatakan kompensasi KLB dalam bentuk barang tak bisa masuk ke APBD, kecuali DPRD mengubah aturannya menjadi dalam bentuk kas. “Silakan saja, tapi nanti dengan dibahas,” ujar dia.
Juru bicara Badan Pemeriksa Keuangan, Raden Yudi Ramdan, tak mau berpolemik soal proyek kompensasi di Ibu Kota. BPK, kata dia, akan berpendapat setelah menyelesaikan seluruh audit, termasuk atas hasil-hasil kompensasi itu. Adapun Ketua BPK Harry Azhar Azis menyatakan lembaganya hanya mengaudit uang negara. “Yang tidak masuk situ tidak kami periksa,” ujar Harry.
PUTRI ADITYOWATI | ERWAN HERMAWAN
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini