Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Minim Ruang Terbuka di Ibu Kota

Selama 15 tahun, luasan ruang terbuka hijau Jakarta tak beranjak dari kisaran 9 persen. Minimnya ruang terbuka menjadi satu indikator penilaian yang menempatkan Jakarta sebagai kota dengan tata ruang kota terburuk di dunia.

28 Agustus 2021 | 00.00 WIB

Ruang terbuka hijau di tengah pemukiman padat penduduk dan kawasan perkantoran di Jakarta, 23 Februari 2021. TEMPO/Subekti
Perbesar
Ruang terbuka hijau di tengah pemukiman padat penduduk dan kawasan perkantoran di Jakarta, 23 Februari 2021. TEMPO/Subekti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Penambahan ruang terbuka hijau (RTH) di DKI Jakarta jalan di tempat.

  • Pada akhir 2020, ruang terbuka di Ibu Kota mencapai 9,98 persen dari luas Jakarta.

  • Tersedianya ruang terbuka bisa menyelesaikan sejumlah persoalan Jakarta, seperti polusi udara dan banjir.

JAKARTA — Penambahan ruang terbuka hijau (RTH) di DKI Jakarta jalan di tempat. Luas ruang hijau relatif tak berubah sejak 15 tahun lalu, meski telah berganti lima gubernur, yang masing-masing mengaku menaruh perhatian pada tata ruang kota.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Uang untuk pembelian lahan hijau ada, tapi tak kunjung dibelanjakan. Malahan, menurut Sekretaris Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta, Romy Sidharta, Pemerintah Provinsi DKI akan mengusulkan pengurangan anggaran pembelian RTH saat pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2021 bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta. Alasannya, pemerintah memerlukan dana tambahan untuk penanganan pandemi Covid-19.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Pos belanja ruang terbuka itu berisi Rp 325,9 miliar. “Akan dikurangi, tapi kami belum bisa menyampaikan jadi berapa karena harus ada persetujuan dari DPRD,” kata Romy kepada Tempo, kemarin. Anggaran pembelian lahan tersebut utuh karena Balai Kota menganggap tidak ada lahan yang bisa dibeli.

Ruang terbuka hijau di Ibu Kota menjadi sorotan situs web arsitektur berpengaruh, Rethinking The Future. Ketersediaan ruang terbuka menjadi satu indikator dalam menilai tata ruang kota.

Rethinking The Future juga menilai Jakarta terbelit banyak persoalan lain, yaitu polusi udara, pencemaran air, hingga kemacetan yang ekstrem. Walhasil, platform satu atap bagi arsitek untuk mencari inspirasi, kritik, dan pengembangan itu menobatkan Jakarta sebagai kota dengan tata ruang terburuk di dunia. Hal itu disampaikan melalui tulisan berjudul “10 Examples of Bad Urban City Planning” yang dirilis pada pekan ini.

Anak-anak bermain di pinggir kali di kawasan Manggarai, Jakarta, 17 Juni 2021. TEMPO/Tony Hartawan

Peneliti dari Pusat Studi Perkotaan, Nirwono Joga, menyatakan jumlah ruang hijau di Jakarta nyaris tak bertambah. Pada akhir 2020, jumlahnya 9,98 persen dari Ibu Kota yang seluas 66.233 hektare.

Luasan ruang hijau Jakarta segitu-segitu saja, mengingat pada 2010, angkanya 9,6 persen. Padahal, berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah 2030, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menargetkan pembangunan ruang terbuka mencapai 30 persen yang terdiri atas 20 persen ruang hijau publik dan 10 persen ruang hijau pribadi.

Alih-alih mengejar target yang mereka bikin, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta malah memilih mempercantik taman yang sudah ada. Misalnya, revitalisasi Taman Tebet, Jakarta Selatan, dengan konsep eco garden. “Lebih baik anggarannya dipakai untuk menambah RTH dibanding hanya beautifikasi taman yang sudah ada,” ujar Nirwono.

Anak-anak bermain di ruang terbuka hijau (RTH) Taman Puring, Jakarta, 14 Maret 2021. TEMPO/Muhammad Hidayat

Nirwono menilai pemerintah Jakarta tidak serius menambah kuantitas ruang hijau. Hal itu tergambar dari ketiadaan rencana penambahan ruang terbuka dalam Instruksi Gubernur Nomor 49 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Isu Prioritas Daerah Tahun 2021-2022.

Dia menyarankan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggenjot penambahan ruang terbuka dengan cara lain. Misalnya, menggandeng PT Kereta Api Indonesia untuk mengubah bantaran rel menjadi jalur hijau. “Dengan cara itu, pemerintah tidak perlu membeli lahan,” katanya.

Menurut dia, Jakarta seharusnya berkaca pada Singapura. Dengan luas yang mirip-mirip Jakarta, 72,8 hektare, negara kota itu memiliki ruang hijau lebih dari 30 persen.

Nirwono menilai ketersediaan ruang terbuka hijau penting karena memiliki dampak luas. Tak hanya sebagai tempat warga beristirahat dan berolahraga, RTH juga mereduksi dua momok terbesar Ibu Kota, yaitu banjir dan polusi udara.

Anggota Komisi Bidang Pembangunan DPRD DKI Jakarta, Pantas Nainggolan, mempertanyakan rencana Dinas Pertamanan mengurangi belanja pengadaan tanah untuk ruang terbuka. “Kami sudah mendukung dari sisi anggaran untuk penambahan RTH, tapi justru uangnya tidak dibelanjakan dengan optimal,” kata politikus PDI Perjuangan itu.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria akan mempelajari hasil penilaian Rethinking The Future. Ia pun tidak mempersoalkan jika Ibu Kota disebut memiliki tata ruang kota yang paling buruk. "Kami berbuat sebaik mungkin untuk memastikan Jakarta menjadi kota yang bersih, rapi, indah, dan keren," kata dia.

GANGSAR PARIKESIT | LANI DIANA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Gangsar Parikesit

Gangsar Parikesit

Menjadi jurnalis Tempo sejak April 2014. Liputannya tentang kekerasan seksual online meraih penghargaan dari Uni Eropa pada 2021. Alumnus Universitas Jember ini mendapatkan beasiswa dari PT MRT Jakarta untuk belajar sistem transpotasi di Jepang.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus