Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Adu mulut terjadi antara massa aksi untuk mendukung Palestina dengan Satuan Polisi Pamong Praja atau Satpol PP DKI Jakarta dan Dinas Perhubungan atau Dishub di Kawasan Bundaran Hotel Indonesia atau HI pada Ahad pagi, 3 Maret 2024. Satpol PP sempat ingin membubarkan aksi dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Dukung Palestina itu karena tidak memiliki izin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tadi ada Satpol PP dan Dishub mereka tidak mengiyakan aksi ini dijalankan karena maladministrasi,” kata Nadine Sherani Salsabila yang juga sebagai Advokasi Internasional KontraS, saat ditemui di Kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, pada Ahad hari ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Awalnya, aksi yang dimulai pukul 07.00 dengan berorasi di depan hotel Grand Hyatt itu berjalan damai. Namun, cek-cok terjadi setelah sejumlah anggota Satpol PP dan Dishub ingin membubarkan aksi tersebut.
“Ini tidak boleh di sini. Ini gulung dulu,” kata seorang petugas Dishub.
Beberapa anggota Satpol PP berseragam coklat sempat menggulung beberapa alat peraga aksi dan meminta aksi pindah ke kawasan Patung Kuda. Namun, sikap petugas itu dibalas dengan seruan pembebasan Palestina oleh massa.
“Tapi masyarakat sipil menekan bahwa ini bukan soal administrasi tapi perihal ancaman kemanusiaan yang sedang terancam,” kata Nadine.
Situasi ini kemudian memaksa massa aksi yang sebelumnya berorasi di kawasan Bundaran HI, berpindah sekaligus long march ke arah Stasiun Sudirman. Sembari berjalan itu, massa terus mememik-mekik dukungan untuk Palestina.
“Free Palestine,” kata massa.
Sejumlah kelompok masyarakat sipil menggelar aksi solidaritas untuk Palestina di Kawasan Bundaran Hotel Indonesia, pada Ahad pagi, 3 Maret 2024. Mereka meniatkan diri untuk kembali membuka mata hati masyarakat atas kejahatan kemanusiaan di Palestina yang dilakukan oleh Israel.
“Aksi untuk mengumpulkan dukungan dari masyarakat sipil untuk Palestina, kami melihat jumlah korban sudah 30 ribu nyawa 70 persen perempuan dan anak-anak,” kata Nadine.
Dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, koalisi menyoroti upaya genosida di Palestina yang terus berlangsung. Setidaknya, sejak 7 Oktober 2023, rangkaian serangan Israel ke Palestina yang dinilai menyerupai genosida itu telah menewaskan lebih dari 30 ribu masyarakat sipil dan lebih dari 60 ribu orang luka-luka.
Tak hanya itu, data Committee to Protect Journalists, setidaknya ada 94 jurnalis meninggal dunia, 16 luka-luka, 4 hilang, dan 25 ditahan secara sewenang-wenang. Bahkan, pada 28 Februari kemarin, ada 112 warga Gaza, Palestina, tewas dan 760 lainnya luka-luka saat mengantre bantuan makanan akibat penembakan brutal oleh tentara Israel.
“Kami berharap aksi ini menimbulkan perasaan cemas dari masyarakat sipil untuk Palestina. Membuka mata, dari teman-teman yang hadir untuk perwakilan circle-nya masing-masing, mau itu anggota keluarga yang masih bingung Palestina sedang ada bencana apa, sudah sejauh apa eskalasinya,” kata Nadine.
Sementara itu, Nadine menyebut koalisinya mengecam upaya diplomatik dengan Israel karena tidak sejalan dengan semangat solidaritas terhadap Palestina. Dia menilai normalisasi hubungan dengan Israel dalam memberikan legitimasi kepada negara yang dianggap terlibat dalam genosida dan pelanggaran hak asasi manusia di wilayah Palestina.
"Situasi ini merupakan bentuk perlawanan terhadap upaya politik yang dinilai berpotensi merugikan pencapaian perdamaian dan keadilan di kawasan tersebut,” kata Nadine.
Nadine juga mengatakan koalisinya juga mendorong pemerintah Indonesia untuk mendesak Israel dan sekutunya agar memastikan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak kelompok jurnalis, termasuk mencari, mengolah informasi, dan memberitakan situasi di Palestina. Dia juga berharap pemerintah Indonesia terus memperjuangkan penegakan hak asasi manusia, gencatan senjata, dan penghentian segera tanpa syarat okupasi Israel di wilayah Palestina.
“Melalui forum-forum regional dan internasional, dan dengan merujuk pada standar internasional,” kata Nadine.
Selain itu, Nadine juga mendorong pemerintah Indonesia melibatkan masyarakat sipil dalam proses pengambilan keputusan terkait situasi di Palestina. Langkah ini dinilai untuk memastikan bahwa aspirasi dan nilai kemanusiaan masyarakat tercermin dalam kebijakan yang diambil.
“Mengajak Indonesia untuk berpartisipasi aktif dalam mendukung agenda-agenda pengungkapan kebenaran dan penegakan keadilan di Palestina,” kata Nadine.