Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dalam beberapa hari ini, suhu udara Jakarta dan sekitarnya terasa lebih dingin terutama pada pagi hari menjelang Subuh. Pada Rabu ini, 17 Juli 2024, suhu mencapai 24 derajat Celcius pada pukul 04.00-05.00. "Terasa lebih dingin menjelang pagi, beberapa hari ini," kata Hermanto, sekuriti di Kompleks Antara II, Bintara Jaya, Kota Bekasi, Rabu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sementara pada siang hari, suhu bisa mencapai 33 derajat, namun udara tidak segerah biasanya. Udara dingin di pagi hari selepas musim hujan dan memasuki musim kemarau ini disebut bediding dalam Bahasa Jawa. Fenomena ini biasanya terjadi pada bulan Juli sampai Agustus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan keberadaan Angin Monsun Australia dan posisi matahari yang berada di sisi utara bumi menjadi pemicu suhu dingin di sebagian besar wilayah di Pulau Jawa.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto di Jakarta, Selasa, mengatakan bahwa Angin Monsun Australia (Timur) yang kering dan membawa sedikit uap air tersebut saat ini berhembus menuju benua Asia dengan melewati perairan Samudera Hindia.
Analisa tim meteorologi BMKG mendapati di saat yang bersamaan suhu permukaan laut di perairan Samudera Hindia juga dalam kondisi yang relatif lebih rendah, sehingga berpengaruh membawa suhu dingin pada wilayah Indonesia.
Fenomena suhu dingin tersebut dinilai BMKG adalah situasi biasa terjadi pada medio Juli - Agustus (puncak musim kering) dan diprakirakan bisa sampai dengan bulan September.
Menurutnya, fenomena seperti itu akan menyasar wilayah bagian selatan ekuator atau khatulistiwa, dalam hal ini Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, yang terasa akan lebih dingin dari biasanya.
Namun biasanya Pulau Jawa akan lebih dingin karena bertopografi pegunungan atau dataran tinggi, seperti Banjarnegara Jawa Tengah (Dieng), Lumajang hingga Pasuruan di Jawa Timur (Semeru, Bromo), kemudian Wonosobo dan Temanggung (Gunung Sindoro - Sumbing) dan Lembang Bandung di Jawa Barat.
BMKG memprakirakan sejumlah wilayah tersebut dalam beberapa waktu ke depan masih bersuhu lebih dingin pada pagi hari, dengan titik minimumnya berlangsung pada malam hari.
Hal demikian juga dipengaruhi oleh posisi matahari yang sedang berada di belahan utara bumi, sehingga wilayah Indonesia khususnya bagian selatan khatulistiwa menerima sedikit sinar matahari secara langsung dan menjadikan suhu udara lebih rendah.
Dalam kondisi tersebut BMKG mengimbau masyarakat untuk tetap mengkonsumsi air minum secara cukup, melengkapi makanan atau minuman mengandung vitamin C, dan vitamin D, sehingga imun tubuh tetap terjaga menghadapi fenomena penurunan suhu.
Suhu di Yogyakarta sampai 18 Derajat
BMKG Yogyakarta menyebut suhu udara dingin yang mencapai 18,8 derajat Celcius di Daerah Istimewa Yogyakarta dipengaruhi oleh pergerakan angin Monsoon dingin Australia.
"Adanya pergerakan massa udara dari Australia dengan membawa massa udara dingin dan kering," kata Kepala Stasiun Klimatologi BMKG Yogyakarta Reni Kraningtyas saat dihubungi di Yogyakarta, Selasa.
Reni mengatakan suhu udara dingin itu diperkirakan masih berlangsung dan dirasakan hingga Agustus 2024.
"Ini sekaligus menandakan puncak musim kemarau di DIY yang terjadi pada Juli dan Agustus 2024," kata dia.
Di DIY, kata Reni, suhu udara paling dingin pernah mencapai 17 derajat Celcius pada 15 Agustus 2018.
Selain Monsoon Australia, menurut dia, suhu udara dingin juga disebabkan tutupan awan yang relatif sedikit sehingga pantulan panas dari bumi yang diterima dari sinar matahari tidak tertahan oleh awan, tetapi langsung terlepas dan hilang ke angkasa.
"Kandungan air di dalam tanah menipis, kandungan uap air di udara juga rendah yang dibuktikan dengan rendahnya kelembaban udara," kata dia.
"Pada malam hari, gunakan pakaian atau selimut yang tebal. Suhu pendingin udara ruangan tidak terlalu rendah dan menggunakan krim/pelembab kulit supaya kulit tidak terlalu kering," ujar dia.
Pilihan Editor Soal HGU 190 Tahun di IKN: Jokowi Buka Suara dan Pengamat Nilai Lebih Parah dari VOC