Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Sejumlah pakar pendidikan mengkritik pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB) pada tahun ini yang menuai berbagai permasalahan. Salah satu persoalan yang menyita perhatian publik adalah masih adanya wilayah blank spot dalam sistem zonasi. Disebut blank spot lantaran tak terdapat sekolah negeri di suatu wilayah karena berpusat pada satu titik di daerah lain yang lebih jauh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pakar pendidikan dari Perguruan Taman Siswa, Darmaningtyas, menuturkan sistem zonasi selalu mengandaikan terjadinya wilayah blank spot. Menurut dia, sistem zonasi di dalam PPDB tidak cocok diterapkan secara umum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Darmaningtyas berpendapat bahwa sistem itu hanya sesuai untuk daerah perkotaan padat penduduk dengan jumlah sekolah yang cukup. "Di kawasan berpenduduk padat tapi jumlah sekolah tak cukup, sebaiknya tidak usah zonasi," ucap dia, kemarin.
Darmaningtyas menyatakan karakter penduduk Indonesia sangat majemuk, begitu pula dengan sekolah. Dengan demikian, pemahaman sistem zonasi tak dapat diseragamkan dengan kondisi di Jakarta atau kota-kota besar di Jawa. "Jadi, kalau zonasi 90 persen atau 80 persen, itu adalah kebijakan yang bodoh," ujarnya.
Seiring dengan rencana penghapusan ujian nasional, sistem zonasi dianggap kian relevan untuk kenaikan jenjang sekolah. Pendapat ini diungkapkan anggota Badan Standar Nasional Pendidikan, Doni Koesoema.
Doni mengatakan tak ada alasan bagi pemerintah untuk membatalkan sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru jika ujian nasional dihapus. Pemerintah, menurut dia, perlu memperkuat sistem zonasi demi pemerataan akses pendidikan. "Kalau penerimaan siswa baru berbasis zonasi, hasil ujian nasional tak perlu dipakai. Sistem zonasi hingga 10 tahun ke depan pun masih relevan," katanya.
Sistem zonasi termuat dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 20 Tahun 2019 tentang PPDB. Regulasi itu mengatur tiga jalur penerimaan siswa untuk jenjang taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah kejuruan, dan sekolah menengah atas.
Jalur tersebut adalah jalur zonasi, jalur prestasi, dan jalur perpindahan tugas orang tua atau wali. Jalur zonasi mewajibkan sekolah menampung peserta didik dari lingkungan terdekat dengan porsi minimal 80 persen dari daya tampung. Sisanya berasal dari jalur prestasi dan jalur perpindahan tugas orang tua, masing-masing 15 dan 5 persen.
Sejak diterapkan pada pertengahan 2019, sistem zonasi dibanjiri protes, terutama dari orang tua murid. Mereka merasa tak pernah mendapat sosialisasi kebijakan zonasi. Orang tua juga mengeluhkan kuota siswa berprestasi yang terlalu kecil, khususnya di sekolah negeri yang dianggap favorit.
Praktisi sekaligus pakar pendidikan, Itje Chodijah, menyoroti penerapan sistem zonasi di daerah yang tidak berjalan dengan baik. Sebetulnya, ucap Itje, setiap tahun sekolah di daerah sudah mengikuti program akreditasi.
Seharusnya, Itje menambahkan, kepala daerah mendapatkan laporan sekolah yang perlu dibenahi. Perangkat sistem untuk memperbaiki kualitas ini sebenarnya sudah ada. "Hanya, di daerah hal ini tak mendapat perhatian serius," katanya.
Itje berpendapat bahwa perbaikan sistem zonasi PPDB hanya dapat dilaksanakan jika ada sinergi antara Kementerian dan lembaga terkait. Ia menjelaskan, persoalan ini tidak dapat dibebankan hanya pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Menurut Itje, Kemdikbud mesti bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri karena berkaitan dengan aspek wilayah. "PPDB berkaitan erat dengan penataan daerah dan wilayah," kata dia.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kemdikbud, Ade Erlangga Masdiana, mengatakan PPDB diatur sepenuhnya oleh pemerintah daerah, termasuk mengatur luasan dan cakupan wilayah dari penerapan sistem zonasi itu.
Ihwal temuan blank spot, menurut Ade, seharusnya dapat disiasati dengan mencarikan sekolah negeri di wilayah lain yang masih tersedia. Ia menambahkan, kepala dinas pendidikan harus mengetahui pengaturan zonasi ini. "Kami selalu melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan zonasi di daerah melalui data pokok pendidikan." NYOMAN ARY WAHYUDI | SUNUDYANTORO
Zonasi PPDB Dianggap Hanya Cocok untuk Perkotaan
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo