Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto angkat bicara soal tingginya warga yang tidak menggunakan hak suaranya alias golput di pilkada 2024, terutama Pilkada Jakarta. Bima lantas menuturkan faktor-faktor yang kiranya menjadi penyebab tingginya angka golput.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Bisa macam-macam ya karena faktor administratif, karena faktor ideologis, karena faktor teknis penyelenggaraan yang terlalu berdekatan antara pileg, pilpres dengan pilkada ini," kata Bima sat ditemui usai Rapat Kerja Komite I DPD RI dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 10 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia pun tak memungkiri bila kejenuhan masyarakat terhadap pemilihan umum hingga cuaca alam ikut menjadi faktor rendahnya angka partisipasi pemilih di Pilkada 2024. Selain itu, Bima mengatakan bahwa hasil Pilkada tetap valid meski banyak masyarakat yang golput. "Ya, tetap saja itu valid," ujarnya.
Meski demikian, dia tetap memandang bahwa tingginya tingkat partisipasi politik akan membuat legitimasi demokrasi pun menjadi lebih baik. Mantan Wali Kota Bogor tersebut menyebut persoalan legitimasi hasil pilkada 2024 selanjutnya adalah menyangkut legitimasi kinerja pemerintahan kepala daerah terpilih itu sendiri.
"Sekarang publik menunggu bagi para kepala daerah terpilih ini untuk menunjukkan legitimasinya melalui kinerjanya, dan itu akan kami awasi bersama-sama dengan pemerintah," tuturnya.
Sebab, kata dia, banyak pula kepala daerah dengan raihan suara tipis pada pilkada, namun mampu menunjukkan kinerja baik pemerintahannya. "Jadi yang pasti babak ini sudah dilewati walaupun tingkat partisipasi politiknya di beberapa titik rendah," ucapnya.
Sementara itu, peneliti Bidang Politik dari The Indonesian Institute (TII), Felia Primaresti, mengatakan fenomena tingginya golput pada pilkada Jakarta 2024 perlu evaluasi dan introspeksi dari para pihak berkepentingan.
Alih-alih saling tuduh, kata dia, seharusnya masing-masing pihak mengevaluasi dan introspeksi diri apa saja yang menyebabkan angka partisipasi pada Pilkada Jakarta turun.
“Jika evaluasi dan introspeksi tidak dilakukan dengan tindak lanjut yang nyata, hal ini berpotensi membuat kepercayaan masyarakat terhadap proses politik semakin menurun,” kata Felia dalam keterangannya di Jakarta, Senin, 9 Desember 2024.
KPU Jakarta mencatat jumlah partisipasi pemilih pilkada Jakarta 2024 hanya sekitar 4,3 juta suara, sementara jumlah daftar pemilih tetap sebanyak 8,2 juta. Artinya, partisipasi pemilih berada di angka 53,05 persen. Adapun pilkada 2007 dan 2012, partisipasi pemilih mencapai sekitar 65 persen. Sedangkan Pilkada 2017 jumlahnya meningkat lebih dari 70 persen.
Felia mengatakan tingginya angka golput pada pilkada Jakarta 2024 mengisyaratkan adanya kejenuhan masyarakat terhadap kontestasi politik. Apalagi, lanjut dia, pilkada digelar dalam tahun yang sama dengan penyelenggaraan pemilihan presiden dan pemilihan anggota legislatif.
“Angka golput kita tinggi sekali dan dalam konteks Jakarta, saya rasa hal ini lebih dari sekadar malas pergi ke TPS. Ada masalah yang lebih mendasar yang perlu diatasi oleh para politisi,” tuturnya.
Sapto Yunus dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.