Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah video viral menampilkan seorang ayah yang tengah memarahi dan merekam anaknya (11 tahun) lantaran bermain roleplay di media sosial TikTok. Pasalnya, sang anak memainkan peran berbau dewasa serta kerap dipanggil dengan julukan “mama”, bahkan sampai berperan memiliki anak. Video itu diunggah ke akun roleplay si anak, tetapi kemudian dihapus dan akun tersebut diprivat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lantas, apa itu permainan roleplay yang sedang ramai diperbincangkan?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Roleplay atau role playing sederhananya adalah kegiatan memerankan atau melakukan bagian dari seseorang atau karakter. Aktivitas roleplay banyak digunakan dalam ranah profesional sebagai teknik dalam pelatihan kerja dan psikoterapi fobia.
Namun, permainan roleplay di media sosial jauh lebih kompleks. Seorang pelaku roleplay, disebut roleplayer, akan membuat profil karakter fiksi dan menggunakan penampilan artis atau tokoh publik yang mereka idolakan. Ini mirip dengan akun parodi yang juga sempat populer, tetapi seorang roleplayer pada dasarnya berusaha membangun latar belakang cerita pada akun roleplay mereka.
Tak hanya di TikTok, roleplay juga ada di jejaring sosial lain seperti Twitter, Facebook, Instagram, Telegram, dan LINE. Para roleplayer saling mengikuti dan berinteraksi tanpa mengenal identitas asli masing-masing.
Misalnya, seorang perempuan bernama Mawar hendak memainkan peran artis Selena Gomez. Ia pun membuat akun roleplay di media sosial memakai foto profil Gomez, kemudian menggambarkan kegiatan syuting, pemotretan, dan seterusnya lewat unggahan foto, video, maupun tulisan.
Pada kasus tertentu, Mawar juga bisa mengembangkan karakter orisinal seperti mahasiswa, dokter, guru, atau apa pun itu dengan tetap menggunakan Gomez sebagai wujudnya. Ia lalu dapat berinteraksi dengan kawan sesama roleplayer dalam bentuk saling suka postingan, komentar, pesan langsung, dan lain-lain.
Permasalahan yang kerap terjadi di dunia roleplay adalah banyak anak usia di bawah umur yang memainkan peran tak pantas serta mengunggah konten tak senonoh. Hal itu bisa dipicu oleh sejumlah faktor, terlebih dengan rasa ingin tahu yang besar dan akses internet yang sangat luas. Di sinilah pentingnya pengawasan orang tua terhadap anak dalam memanfaatkan internet secara bijak.
Kecanduan Roleplay
Selain terpapar konten dewasa, bahaya lain roleplay pada anak adalah kecanduan. Ini pernah diungkap oleh penelitian berjudul “Facebook Role Play Addiction: A Comorbidity with Multiple Compulsive–Impulsive Spectrum Disorders” dalam Jurnal Kecanduan Perilaku (2016) oleh Institut Nasional Kesehatan Mental dan Ilmu Saraf, India. Mereka menyajikan kasus kecanduan roleplay dengan penggunaan internet yang berlebihan serta fokus khusus pada komorbiditas psikiatri.
Ada seorang gadis berusia 15 tahun dengan gangguan pemusatan perhatian saat kanak-kanak (ADHD tanpa hiperaktivitas), gangguan obsesif-kompulsif, trikotilomania saat remaja, dan lingkungan keluarga yang menggunakan Facebook berlebihan. Ia dilaporkan kecanduan bermain roleplay di media sosial Facebook.
Individu dengan kerentanan temperamental cenderung mengembangkan kecanduan perilaku, termasuk roleplay di media sosial. Terdapat komorbiditas yang tidak diobati dalam kasus gadis 15 tahun tersebut. Oleh karena itu, identifikasi dan pengelolaan kondisi komorbid menjadi hal penting dalam kasus kecanduan roleplay maupun perilaku apa pun pada anak.
Pilihan editor: 3 Dampak Negatif Game RolePlay yang Viral di Media Sosial
SYAHDI MUHARRAM