Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Media sosial kini kembali ramai membicarakan soal narkoba digital, I-Doser. Isu ini sebetulnya sudah mencuat pada Oktober 2015, tapi kini kembali ramai dibicarakan. Tak hanya di media sosial, juga di berbagai grup WhatsApp.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
I-Doser, atau yang disebut Badan Narkotika Nasional (BNN), sebetulnya adalah aplikasi berbasis teknologi audio. Tempo, pada Oktober 2015, pernah mewawancarai juru bicara BNN, Komisaris Besar Polisi Slamet Pribadi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"I-Doser sebetulnya konten berupa binaural (dua suara) berdurasi 30-40 menit," kata dia, kepada Tempo, kala itu. Binaural merupakan teknologi yang disebut dapat menstimulasi otak dan mengubah keadaan psikis seseorang. "Persis narkoba," katanya.
Suara sendiri dinilai memang dapat mempengaruhi manusia secara emosi. Menurut Slamet, seseorang yang mendengar lagu dapat merasakan ketenangan atau malah menjadi gelisah, tergantung pada jenis musik yang didengarkan. "Ini karena gelombang suara merangsang sel-sel saraf dan menghantarkannya ke otak," tutur Slamet.
Namun, BNN sendiri tidak menetapkan aplikasi ini sebagai narkoba karena I-Doser tidak termasuk ke dalam golongan narkotika. "Kan udang-undangnya sudah ada, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, yang dapat menyebabkan ketergantungan," ucap Slamet.
Walaupun I-Doser diklaim dapat memberikan sensasi seperti narkoba oleh pendengarnya, tapi itu bukan narkoba. Slamet menambahkan, "Sebelum melakukan rilis, kami memanggil dokter dan para ahli untuk menguji ini narkoba atau bukan dan hasilnya tidak ditemukan perubahan pola otak setelah menggunakan aplikasi ini. Jadi ini bukan narkoba," katanya.
Simak penjelasan lain tentang narkoba digital, I-Doser, hanya di kanal Tekno Tempo.co.