Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Beberapa hari terakhir media sosial sedang diramaikan oleh pembahasan Starlink. Layanan internet berbasis satelit milik perusahaan Elon Musk ini mulai banyak dipakai di Indonesia. Mulai dari masyarakat biasa hingga youtuber. Salah satu youtuber yang mengulasnya adalah Alshad Ahmad.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Konten yang diposting Alshad diunggah dengan durasi 16 menit. Tampak dia membedah secara singkat bagaimana kualitas jaringan internet di Starlink. Ketika perangkat dipasang, sepupu Raffi Ahmad ini menjauh dari router-sumber sinyal-dengan jarak 10 meter. "Jadi kalau jauh dari sumber sinyal, kecepatan internetnya menurun dan tidak stabil," kata Alshad dikutip dari akun YouTubenya, Kamis, 10 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Alshad mengakui jika teknologi di masa kini berkembang dengan sangat cepat dan canggih. Menurut dia Elon Musk telah berhasil menciptakan perangkat yang berguna untuk membantu masyarakat dalam mendapatkan sinyal internet. Saat ditanya konten youtube soal Starlink ini, dia mengatakan, "mencoba provider internet baru dari Elon Musk saja."
Ada sejumlah ulasan yang bisa dibaca publik soal Starlink ini. Ada yang memuji karena kecanggihan teknologinya, dan tentu saja soal kecepatan akses internetnya. Namun ada juga yang memberi catatan soal sejumlah urusan teknis pemasangannya yang bisa berpengaruh terhadap kecepatan aksesnya, selain soal biaya.
Salah seorang pengguna Starlink dari Bandung, Asep Indrayana, membagi pengalamannya sat dihubungi Tempo, Rabu, 8 Mei 2024 lalu. Indra yang sehari-hari bekerja sebagai product manager dan freelance engineer mengatakan, masyarakat jangan terburu-buru untuk membeli Starlink.
Indra menjelaskan, perlu banyak pertimbangan yang harus diperhatikan sebelum memasang perangkat ini di Indonesia. Selain lokasi pemasangan yang harus bersih dari gangguan dan hambatan, harga perangkat Starlink juga tergolong mahal dibandingkan dengan layanan jaringan fiber optik biasa. "Kalau terhambat bangunan, pohon dan sebagainya, bisa memengaruhi kualitas sinyal. Kalau mendung, maka sinyal akan sedikit terganggu, tapi akan normal dengan cepat," ucap Indra.
Untuk di daerah yang sudah mendapatkan sinyal dengan kecepatan mumpuni alias bagus, menurut Indra, tidak perlu pakai Starlink. Karena perangkat ini didesain untuk dipakai di kawasan yang tidak mendapat jaringan internet yang bagus atau tidak ada kabel fiber optik yang masuk ke daerah itu. "Petimbangkan dulu sebelum membeli, kalau ada jaringan FO (fiber optik) ya mending pakai itu saja," ujar Indra.
Ketika Indra memesan Starlink, dia sudah berpikir dua kali sebelum menggunakan perangkat ini. "Kalau saya dulu itu harus pakai modem GSM di rumah selama dua tahun, pengeluarannya bisa mencapai Rp 1,7 per bulan untuk kuota internet. Jadi kalau untuk saya, lebih untung pakai Starlink," kata Indra. Kalau masyarakat yang pengeluaran internetnya hanya Rp 100 ribu, tentu boros kalau pakai Starlink.
Untuk mendapatkan perangkat Starlink, pengguna harus membeli router dan perlengkapan pendukung lainnya senilai Rp 7,8 juta. Selanjutnya akan dikenai biaya layanan internet per bulan sebesar Rp 750 ribu. Jika dibandingkan ke provider lokal di Indonesia tentu ini cukup terbilang mahal.
Direkrut Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kominfo, Usman Kansong dalam kesempatan terpisah mengatakan, Starlink juga tidak cocok dipakai untuk wilayah perkotaan yang jaringan internetnya sudah bagus. "Starlink tidak mungkin masuk di Jakarta karena layanan di sini sudah baik. Makanya nanti ada tempatnya dan akan kita kelola untuk regulasinya," kata Usman saat konferensi pers di Gedung Kominfo, Jakarta, Jumat, 3 Mei 2024 lalu.
Kendati demikian pernyataan Usman soal layanan Starlink tidak mungkin masuk di Jakarta ini hanya disampaikannya sebagai perumpamaan, bukan sebuah larangan penggunaan. Ia memastikan kompetisi akan berjalan sehat. Pemerintah telah membuat beberapa regulasi, seperti mewajibkan Starlink mendirikan perusahaan berbadan hukum di Indonesia hingga melindungi data pengguna lewat registrasi. "Untuk selanjutnya, pemerintah akan menata kembali kelola bisnisnya supaya tidak terkesan menyaingi perusahaan lokal, melainkan meningkatkan layanan," tambah Usman.