Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terlalu mewah untuk disebut sebuah kelas. Di ruangan seukuran sepertiga lapangan bulu tangkis itu tak ada papan tulis muram dengan bangku-bangku kayu yang kusam. Sebagai gantinya, ada sepasang meja-kursi kayu modern yang dilapisi kulit impor. Juga, ada sebuah kulkas mini, penyejuk ruangan, TV 21 inci, serta kasur pegas dengan seprai putih serta bermotif keemasan. Lantai dari panel-panel kayu yang mengkilap serta dinding yang dicat warna jerami menambah kemewahan ruangan itu—cocok dengan suasana pantai Sanur, Bali.
Ini memang bukan kelas biasa. Maaf, kelas ini khusus untuk para pilot seperti Kareem Rida—sebut saja begitu—yang ingin memperdalam ilmunya. Kini, urusan belajar menerbangkan pesawat tidak harus dilakukan dengan cara kuno dan formal: murid-murid duduk rapi, pa-kaian dan dasi juga harus rapi, sementara instruktur berdiri di depan kelas.
Metode pengajaran seperti itu mungkin akan segera ditinggalkan dan diganti dengan model e-learning (pengajaran secara elektronis). Siswa tak harus hadir di kelas. Lewat internet dan materi yang bisa dibaca di komputer dia bisa belajar. Ruangan kelasnya bisa di mana saja, di kamar hotel, kedai kopi bandara, atau warung internet di mal-mal yang wangi.
Itulah yang dilakukan Kareem dalam sepekan terakhir. Sejak mendaftarkan diri untuk program e-learning di Merpati Training Centre, pilot Garuda Indonesia itu, Selasa pekan lalu, belajar di sebuah kamar hotel sambil menikmati semilir angin pantai Sanur. Seraya melepas penat setelah menerbangkan pesawat dari Jakarta ke Denpasar, dia memasuki kelas ATPL dengan "seragam" kaus oblong dan celana olahraga. Sambil duduk di kasur, dia membaca pelajaran yang tersaji di laptopnya. Ia membuka bab pertama dari materi pelatihan Air Transport Pilot License (ATPL)—ini adalah pelajaran sebelum naik pangkat menjadi kapten pilot pesawat berbadan lebar.
Meski tak ada instruktur yang berdiri mengawasinya, pilot itu serius menghafalkan bagian-bagian pesawat. Bila bosan mulai menyerang, ada secangkir kopi hangat atau aneka minuman dingin di kulkas yang menantinya. Itu sebabnya, dia kuat belajar tiga jam walau tanpa guru. "Saya ingin maju," kata pilot pembantu (kopilot) yang sudah tujuh tahun terbang itu.
Model belajar menerbangkan pesawat lewat internet ini adalah yang pertama kali Indonesia. Perintis sistem ini adalah Merpati Training Centre yang bekerja sama dengan organisasi nirlaba Ilmukomputer.com. Menurut Ertata Lananggalih, Managing Director Merpati Training Centre, ide ini muncul karena terilhami oleh keluhan klasik para pilot: mereka ingin ikut pelatihan, tapi tak punya waktu.
Bisnis penerbangan memang sedang tumbuh subur, wajar bila para pilot kini dikejar setoran terbang lebih sering. Garuda Indonesia, misalnya, kini menerapkan sistem kerja 20 hari dalam sebulan. "Selama ini kita kesulitan mendapatkan izin cuti untuk pelatihan," ujar Kareem. Padahal, untuk pelatihan ATPL, contohnya, perlu cuti selama lima pekan.
Para pilot itu sebenarnya juga agak enggan mengambil cuti. Soalnya, setiap kali membawa pesawat, catatan jam terbangnya akan bertambah. Jam terbang yang terus berlipat-lipat ini akan melempangkan kariernya sebagai pilot. Peluang inilah yang menghilang saat cuti.
"Nah, kini dengan model e-learning, pilot tetap bisa menambah jam terbangnya sambil tetap belajar," ujar Ertata. Ketika terbang ke Medan, misalnya, sang pilot bisa belajar di sela-sela waktu rehatnya. Cukup menyalakan komputer, lalu mengambil materi pelatihan yang ada di situs Merpati Training Centre, yakni www.sbumtc.com. Internet tak harus tersambung terus-menerus. Setelah naskah diambil, koneksi internet bisa diputus.
Materi-materi itu disiapkan dalam berkas yang mudah dibaca, yakni dengan format Power Point atau Acrobat Reader. Pilot yang awam komputer pun dijamin bisa memahaminya. Naskah ini bisa dibaca di mana saja, di hotel, di pantai sembari menikmati nyiur melambai. Materi-materi pelajaran tentang pesawat yang serius dan sering kali bikin mengantuk bisa dipelajari dengan rileks. Murid juga bisa belajar tanpa harus urut, tapi bisa lompat-lompat sesuai dengan kemampuannya. Bila ada kesulitan mereka bisa menghubungi instruktur lewat surel (surat elektronik) maupun telepon. "Ini cara belajar yang menyenangkan," ujar Kareem menambahkan.
Bagi maskapai penerbangan, cara belajar gaya baru juga lebih menguntungkan. Maskapai penerbangan yang ada di pelosok seperti di Papua dan Sulawesi tak harus mengirimkan pilotnya untuk belajar ke kantor pusat. Dengan begitu, mereka bisa menghemat biaya akomodasi. "Berapa biaya yang bisa dipangkas, kan?" tanya Ertata. "Dan pilot-pilot itu tak perlu cuti lima minggu untuk ikut kursus. Mereka tetap bisa terbang untuk menghasilkan uang."
Soal penghematan ini banyak pilot yang setuju. Hanya, beberapa dari mereka ragu dengan program ini, "Apakah kualitas pilot lulusan internet ini akan sama baiknya dengan pelatihan model di kelas?"
Ertata berani menjamin kualitas lulusan e-learning ini akan sama bagusnya dengan model belajar di kelas. Sebab, yang dipelajari lewat e-learning adalah sebatas pengetahuan belaka. Untuk keterampilan mengendalikan pesawat, toh para pilot itu tetap berlatih dengan simulator dan ujian di kelas. Lagi pula, modul pelatihan e-learning yang dibuka Merpati itu sudah mendapat sertifikasi dari Dirjen Perhubungan Udara. "Ini terobosan yang bagus," kata Dirjen Perhubungan Udara Dephub Ir Cucuk Suryo Suprojo . Saat ini ada dua modul yang ditawarkan melalui e-learning, yakni adalah ATPL dan pengenalan pesawat Boeing 737. Menurut Iman K. Rahmanto, Instruktur Merpati Training Centre yang membidani program ini, pengembangan modul-modul yang siap e-learning memang bertahap. Dalam tiga bulan akan ada lima modul pelatihan yang siap e-learning. "Mimpi kita adalah membuat e-learning untuk ratusan modul," katanya.
Model belajar secara elektronik ini sudah memikat pilot-pilot dari banyak maskapai, di antaranya Lion Air dan Garuda Indonesia. Beberapa penerbang dari TNI Angkatan Udara juga ikut bergabung.
"Kalau saya tak belajar, saya bisa kalah bersaing," kata Kareem. Dia tertantang ikut e-learning setelah bertemu dengan bocah SMA asal Surabaya. Kareem tercengang ketika dia diajak diskusi soal cara menerbangkan pesawat Boeing 737. "Pengetahuannya luar biasa. Padahal, dia hanya belajar lewat game Flight Simulator keluaran Microsoft."
Dunia baru telah datang. Ilmu menerbangkan pesawat tak hanya bisa dipelajari di kelas. Sembari menyeruput cappucino di kafe-kafe atau rebahan di pantai, ilmu bisa didapat. Inilah kelas tanpa batas.
Burhan Sholihin
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo