Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah membuat beberapa konsep untuk diterapkan di ibu kota baru pengganti Jakarta, misalnya green atau ramah lingkungan, forest city atau kota di dalam hutan, juga smart city.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Untuk di ibu kota baru, smart city harus direncanakan sejak awal, jangan nanti setelah banyak persoalan,” kata Suhono Harso Supangkat dari Pusat Inovasi Kota dan Komunitas Cerdas ITB baru-baru ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Suhono, kesiapan kota cerdas tergantung dari kota, otoritas, dan masyarakatnya. Konsep itu menyangkut sumber daya manusia, tata kelola, dan integrasi. “Perencanaannya secara komprehensif, memakai teknologi sederhana untuk mengantisipasi masalah keseharian seperti banjir, macet, dan lainnya,” ujarnya.
Perencanaan kota pintar segaris dengan perencanaan makro, biasanya dengan menambahkan parameter cerdas. “Suatu kota itu cerdas kalau sudah aman, nyaman untuk tujuan kota dibangun,” kata Suhono.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro mengatakan smart city diharapkan bisa menjadikan kota di Indonesia berkelanjutan. “Tapi jangan bicarakan teknologinya sebagai yang nomor satu,” katanya. Teknologi menurutnya hanya alat untuk dipakai.
Penerapan solusi kota cerdas yang diharapkan harus punya tiga karakter, yaitu inovatif, terintegrasi, dan berkelanjutan. Sebelum sampai menuju kota cerdas, ujarnya, harus dipastikan dulu pelayanan dasar ke masyarakat terpenuhi.
“Jangan terlalu euforia dengan teknologi dan kecanggihannya ketika air bersih belum merata, sanitasi masih jelek, pendidikan masih ketinggalan, ketika kesehatan masyarakat masih jadi isu,” kata dia.
ANWAR SISWADI