Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatatkan penurunan aktivitas penghimpunan dana melalui pencatatan saham baru atau initial public offering (IPO) sepanjang tahun ini. Direktur Utama BEI Inarno Djajadi menuturkan total emiten baru 2020 adalah 51 perusahaan, lebih sedikit dibandingkan tahun lalu sebanyak 55 perusahaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Ini tak terlepas dari kondisi pandemi Covid-19 yang memukul perekonomian,” ujarnya di Jakarta, Rabu 30 Desember 2020. Indonesia pun menduduki peringkat ke-6 di dunia, di bawah bursa Shanghai yang mencatatkan 180 IPO, Nasdaq dengan 119 IPO, Shenzhen 115 IPO, Hongkong 99 IPO, dan Jepang 54 IPO.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Berdasarkan nilai emisi, akumulasinya juga tercatat menurun yaitu hanya Rp 5,2 triliun, atau jauh berada di bawah capaian tahun lalu yang mencapai Rp 15 triliun. Inarno mengatakan dalam rencana ke depan, otoritas bursa tak secara spesifik menargetkan angka tertentu jumlah emiten baru. “Kami berharap lebih baik, dan tahun depan akan ada emiten-emiten jumbo yang melantai di bursa.”
Adapun tahun ini hanya ada satu perusahaan yang mampu meraup dana lebih dari Rp 1 triliun saat IPO, yaitu PT Metro Healthcare Indonesia Tbk (CARE) yang melantai pada 13 Maret 2020. CARE memperoleh dana Rp 1,03 triliun setelah melepas 10 miliar saham baru ke publik di harga Rp 103 per saham.
Di sisi lain, penghujung tahun tak menyurutkan minat perusahaan untuk melakukan IPO. Perusahaan yang melakukan listing terakhir di 2020 adalah PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI), yang bergerak di bidang ads media, mobile apps, dan infrastruktur jaringan.
Menteri Komukasi dan Informatika 2014-2019, Rudiantara dan eks pimpinan Indosat Ooredoo, Alexander Steven Rusli merupakan pemegang saham yang juga menjabat sebagai komisaris perusahaan. Perseroan melepas 156,56 juta saham atau setara 8,04 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh dengan harga penawaran Rp 530 per saham. Saat ini kapitalisasi pasar perseroan tercatat mencapai Rp 1,29 triliun.
Direktur Utama Solusi Sinergi Digital, Hermansjah Haryono berujar perusahaan melihat adanya peluang pertumbuhan dari pesatnya peningkatan pengguna internet juga teknologi digital di Indonesia. Melalui IPO, perusahaan berhasil meraup dana segar sekitar Rp 83 miliar.
“Seluruhnya akan digunakan untuk modal kerja, seperti biaya pembayaran sewa ruang iklan, perlengkapan penunjang usaha periklanan, dan overhead cost,” ucapnya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan ke depan jumlah emiten dan nilai penghimpunan dana di pasar modal harus lebih digenjot. “Kinerja bursa tahun depan harus terus ditingkatkan, terutama agar banyak perusahaan besar yang masuk IPO,” kata dia.
Terlebih, pemerintah telah memberikan dukungan dalam bentuk membanjiri calon emiten dengan insentif fiskal. Insentif yang diberikan berupa diskon tambahan Pajak Penghasilan (PPh) bagi perusahaan yang melakukan IPO. “Diskonnya sebesar 3 persen, sehingga PPh perusahaan yang go public menjadi 17 persen dari saat ini sebesar 20 persen.”
Sementara itu, sejumlah pencapaian positif seperti kenaikan jumlah investor ritel diminta untuk terus dipertahankan. Total investor saat ini mencapai 3,87 juta investor atau meningkat 56 persen secara tahunan. “Ini menunjukkan bahwa mereka percaya pada pasar modal Indonesia, dan ini menjadi dasar yang bagus untuk pengembangan pasar ke depan,” ucapnya.
Adapun nilai kapitalisasi pasar secara perlahan mulai kembali membaik, yaitu sudah mencapai angka Rp 7.033,76 triliun atau naik Rp 2.477 triliun dibandingkan posisi terendah pada akhir Maret lalu.