Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani mengatakan nilai tukar rupiah yang melemah sangat berat bagi pelaku usaha dan berisiko menciptakan tekanan eksistensi usaha. “Kami khawatir tingkat nilai tukar yang serendah ini akan menjadi beban baru bagi ekonomi Indonesia, di samping beban-beban yang diciptakan oleh tarif Trump atas ekspor Indonesia secara langsung,” kata Shinta ketika dihubungi pada Rabu, 9 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kendati demikian, kata Shinta, Apindo memahami bahwa risiko ketidakstabilan ini terjadi di seluruh dunia akibat kepanikan pasar global yang dipicu perang tarif. Dia pun meyakini nilai tukar rupiah bisa kembali menguat ketika kondisi perang tarif lebih stabil dan Indonesia bisa menunjukkan fundamental ekonomi yang kuat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Shinta mengatakan Apindo berharap pemerintah segera mengerahkan seluruh upaya intervensi untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. “Pemerintah Indonesia harus lebih fokus menjaga parameter-parameter prudential makroekonomi dan menstimulasi pertumbuhan ekonomi di dalam negeri,” kata Shinta. Dia pun mengklaim pertemuan Presiden Prabowo dengan para pelaku usaha dalam Sarasehan Ekonomi pada Selasa, 8 April 2025 turut memberikan optimisme bagi pelaku usaha.
Berdasarkan data e-Rate USD BCA, tercatat bahwa kurs beli dolar pada 7 April 2025 pukul 07:10 WIB menembus angka Rp 16.950, tertinggi dalam rentang waktu yang tersedia. Kurs jual pun melonjak menjadi Rp 16.600, meningkat Rp 60 dari hari sebelumnya. Sementara pada Senin kemarin, nilai tukar rupiah sudah melewati Rp 17 ribu.
Dosen Departemen Ekonomi Universitas Andalas Syafruddin Karimi menyebut tekanan terhadap rupiah yang telah menyentuh level terendah sepanjang sejarah harus mendapat perhatian otoritas moneter dan fiskal Indonesia. “Seharusnya menjadi alarm serius bagi otoritas moneter dan fiskal Indonesia. Ketimbang bersikap reaktif, pemerintah dan Bank Indonesia perlu menyusun strategi komunikasi dan kebijakan yang lebih tegas dan terukur untuk meredam kepanikan pasar,” kata dia dalam keterangan tertulis di aplikasi perpesanan, Selasa, 8 April 2025.
Bank Indonesia sendiri telah menyatakan akan melakukan sejumlah intervensi di pasar offshore (Non Deliverable Forward/NDF) guna menstabilkan nilai tukar rupiah dari tingginya tekanan global. “Intervensi di pasar offshore dilakukan Bank Indonesia secara berkesinambungan di pasar Asia, Eropa, dan New York,” kata Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso dalam keterangan resminya pada Senin, 7 April 2025. Selain itu, Bank Indonesia juga akan melakukan intervensi di pasar domestik dengan mengintervensi pasar valas serta pembelian Surat Berharga Negara di pasar sekunder.
Adil Al Hasan berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Gema Takbir Menolak Penggusuran di Pulau Rempang