Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada 2024, generasi muda, termasuk Gen Z, masih mendominasi angka pengangguran terbuka di Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah tingginya jumlah lulusan baru yang memasuki pasar kerja setiap tahun, sementara pertumbuhan lapangan kerja tidak mampu mengimbangi jumlah tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kemajuan teknologi telah meningkatkan pentingnya keterampilan digital di berbagai sektor. Meskipun Gen Z umumnya memiliki pemahaman teknologi yang baik, perusahaan kini cenderung mencari kandidat dengan keahlian yang lebih spesifik. Lalu, apa saja faktor yang membuat Gen Z susah cari kerja?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dilansir dari Antara, sebuah studi menunjukkan bahwa banyak lulusan baru menghadapi kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan dan beradaptasi dengan dunia kerja. Menurut laporan terbaru dari Intelligent, sebuah platform konsultasi pendidikan dan karier, sejumlah perusahaan enggan mempekerjakan Gen Z.
Laporan yang melibatkan survei pada hampir 1.000 manajer perekrutan ini mengungkapkan bahwa satu dari enam perusahaan menunjukkan keraguan untuk merekrut Gen Z. Hal ini terkait dengan pandangan bahwa Gen Z sering dianggap mudah tersinggung dan memiliki kepercayaan diri berlebih.
Selain itu, Gen Z dinilai memiliki etos kerja yang lemah, kurang terampil dalam berkomunikasi, sulit menerima umpan balik, dan secara keseluruhan dianggap belum siap menghadapi tuntutan dunia kerja.
Dosen senior di Haas School of Business, University of California, Berkeley, Holly Schroth, mengungkap bahwa Gen Z lebih menekankan perhatian mereka pada kegiatan ekstrakurikuler untuk meningkatkan daya saing di kampus, ketimbang mencari pengalaman kerja. Kondisi ini yang membuat mereka kesulitan saat memasuki dunia profesional.
"Mereka (Gen Z) tidak mengetahui keterampilan dasar untuk berinteraksi sosial dengan pelanggan, klien, dan rekan kerja, maupun etika di tempat kerja," ucap Holly
Kesulitan Gen Z dalam mendapatkan pekerjaan juga dapat dipahami melalui beberapa faktor berikut:
1. Kurangnya Keterampilan yang Sesuai
Salah satu penyebab utama adalah ketidaksesuaian antara keterampilan yang dimiliki Gen Z dan kebutuhan pasar kerja. Banyak lulusan memasuki dunia kerja dengan keahlian yang tidak sepenuhnya relevan dengan tuntutan industri saat ini.
2. Daya Saing Tinggi
Pasar kerja menjadi semakin kompetitif, terutama untuk posisi entry-level. Jumlah lulusan baru terus bertambah setiap tahun, sedangkan pertumbuhan lowongan pekerjaan tidak cukup untuk mengimbangi. Akibatnya, banyak kandidat harus bersaing untuk jumlah posisi yang terbatas.
3. Minim Pengalaman Kerja
Pengalaman kerja sering menjadi persyaratan utama dalam banyak lowongan, termasuk untuk posisi entry-level. Hal ini menciptakan dilema bagi lulusan baru, yaitu saat ketika mereka membutuhkan pengalaman untuk mendapatkan pekerjaan, tetapi tidak bisa memperoleh pengalaman tanpa pekerjaan.
Selain itu, terbatasnya akses ke program magang atau pekerjaan sambilan semakin memperburuk masalah ini. Tidak semua Gen Z memiliki kesempatan untuk mendapatkan pengalaman yang diperlukan sebelum memasuki dunia kerja.
4. Tingginya Ekspektasi
Ekspektasi yang tidak realistis mengenai jenis pekerjaan, gaji, dan kondisi kerja juga menjadi tantangan bagi Gen Z. Banyak dari mereka menginginkan pekerjaan dengan gaji besar, fleksibilitas tinggi, dan lingkungan kerja yang ideal, namun kenyataan di pasar kerja sering kali tidak sesuai dengan harapan tersebut.
Akibatnya, banyak lulusan merasa terjebak dalam pekerjaan yang tidak memenuhi aspirasi mereka, yang sering memicu ketidakpuasan dan keinginan untuk keluar dari pasar kerja. Ketidaksesuaian antara harapan dan realitas ini menjadi salah satu penyebab tingginya angka pengangguran di kalangan Gen Z.
Meskipun menghadapi berbagai tantangan, Gen Z tetap memiliki peluang besar dalam dunia kerja, terutama dengan munculnya berbagai karier baru yang didorong oleh perkembangan teknologi.
Pilihan Editor: Pefindo: Gen Z dan Milenial Jadikan Paylater sebagai Gaya Hidup, Beli Kopi pun Dicicil