Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah berupaya menghapus ketimpangan ekonomi dengan berbagai cara.
Badan Pusat Statistik mencatat rasio Gini Indonesia berada di level 0,388 per Maret 2023, naik dibanding pada September 2022 yang sebesar 0,381.
Instrumen utama untuk menurunkan ketimpangan pendapatan adalah melalui perpajakan. Artinya, pengenaan pajak progresif menjadi instrumen redistribusi pendapatan dari orang kaya kepada orang miskin.
JAKARTA - Tanda ketimpangan ekonomi di Indonesia tampak dari beragam sisi. Pemerintah berupaya menutup jurang antara si kaya dan si miskin.
Indikator pertama ketimpangan ekonomi terlihat dari tingkat pengeluaran masyarakat. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat rasio Gini Indonesia berada di level 0,388 per Maret 2023, naik dibanding pada September 2022 yang sebesar 0,381. Dibanding pada Maret 2022 pun angkanya naik dari 0,384. Rasio Gini yang mendekati 1 menunjukkan ketimpangan di masyarakat makin lebar.
Indikator kedua adalah jumlah simpanan masyarakat. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat jumlah rekening di Indonesia mencapai 554 juta per November 2023. Namun lebih dari 98,8 persen di antaranya berisi tabungan di bawah Rp 100 juta. Hanya ada 1 persen penduduk Indonesia yang punya tabungan di atas Rp 100 juta.
Dari sekitar 547 juta rekening dengan nominal di bawah Rp 100 juta, total nilainya hanya Rp 1.021 triliun. Jumlahnya hanya 12,3 persen dari nilai tabungan di Indonesia yang mencapai Rp 8.247 triliun. Sebagai perbandingan, LPS mencatat hanya ada 135 ribu tabungan dengan isi Rp 5 miliar ke atas. Tapi isi tabungan mereka secara total mencapai Rp 4.369 triliun atau 52,8 persen.
Ketimpangan juga tampak dari sisi kepemilikan lahan. Badan Pertanahan Nasional mencatat rasio Gini pertanahan sebesar 0,58 pada 2022. Rasio Gini di atas 0,5 menunjukkan ketimpangan yang tinggi. Artinya, 1 persen populasi masih menguasai 58 persen lahan.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa mengakui kondisi ketimpangan antara masyarakat miskin dan kaya ini. Dia mengatakan beragam program telah bergulir untuk menyelesaikan tantangan masyarakat miskin hingga menyasar kontribusi dari mereka yang kaya.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Suharso Monoarfa di Jakarta, Juli 2023. TEMPO/Imam Sukamto
Resep Anti-Ketimpangan
Untuk masyarakat miskin, pemerintah berfokus mengurangi beban lewat bantuan sosial, seperti Program Keluarga Harapan serta subsidi listrik dan bahan bakar. Tahun ini pemerintah bahkan menyiapkan bantuan sosial tambahan senilai Rp 11,2 triliun berupa bantuan langsung tunai untuk memitigasi risiko kenaikan harga pangan. Masyarakat menerima bantuan Rp 200 ribu per orang selama Januari-Maret 2024.
Secara paralel, pemerintah mempersiapkan penerima bantuan untuk bisa bekerja, baik lewat dukungan modal maupun pelatihan. “Dengan begini, masyarakat tidak hanya bisa meningkatkan pendapatan, tapi juga menciptakan ketahanan ekonomi jangka panjang,” kata Suharso kepada Tempo, Jumat, 2 Februari 2024.
Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Yulius menuturkan pemerintah gencar mendorong perbankan turun tangan membantu pemberdayaan masyarakat miskin. Salah satunya lewat kredit UMKM. Sayangnya, hal tersebut tak mudah. Tahun ini pemerintah menargetkan porsi kredit untuk sektor usaha ini sebesar 30 persen. Namun realisasi penyaluran kredit perbankan untuk UMKM baru 21-22 persen.
Yulius menyebutkan kendala utama akses pembiayaan ini adalah agunan. Untuk itu, pihaknya tengah mengupayakan pinjaman tanpa agunan untuk UMKM. Otoritas Jasa Keuangan dan perbankan diminta menerapkan sistem skor kredit bagi UMKM. “Credit scoring diharapkan dapat mendorong penyaluran kredit bagi UMKM yang tidak memiliki agunan fisik,” katanya. Proses ini masih dalam pembahasan.
Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Suprayoga Hadi mengatakan pemerintah juga berfokus memperbaiki basis data penerima bantuan. Khusus untuk masyarakat miskin ekstrem, misalnya, pemerintah membuat acuan baru, yaitu data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem atau P3KE. Data tersebut mengacu pada data keluarga yang diampu Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Hadi menuturkan data P3KE terus diperbarui berkala, termasuk tahun ini. “Jadi kita bisa mengurangi exclusion error,” ujarnya. Tanpa data yang akurat, bantuan sosial tak bisa membantu pemberantasan kemiskinan.
Dari sisi ketimpangan lahan, pemerintah masih berkutat pada penyelesaian distribusi lahan untuk masyarakat lewat program reforma agraria. Sekretaris Jenderal Kementerian Agraria dan Tata Ruang Suyus Windayana mengatakan pembagian lahan, terutama dari pelepasan kawasan hutan, sedang dalam percepatan. “Kami sudah siapkan untuk menyerahkan 10 ribu hektare untuk masyarakat segera,” katanya.
Peternak membersihkan kotoran ternak sapi di sebuah usaha penggemukan sapi yang dikelola secara berkelompok di Bulupontu Jaya, Sigi, Sulawesi Tengah, 2 Februari 2024. ANTARA/Basri Marzuki
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Badan Bank Tanah Parman Nataatmadja menargetkan bisa menambah aset tanah baru seluas 20 ribu hektare pada tahun ini. Setidaknya 30 persen dari total lahan itu bakal dialokasikan untuk redistribusi lahan kepada masyarakat yang menjadi subyek reforma agraria.
Parman menuturkan subyek reforma agraria bakal diberi hak pakai selama 10 tahun sebelum kemudian diberi hak milik dengan catatan masyarakat memanfaatkan lahan tersebut.
Menurut Parman, kebijakan ini dibuat untuk mencegah masyarakat menjual atau menggadaikan sertifikat kepemilikan lahan mereka. Pria yang pernah menjabat Tenaga Ahli Menteri Agraria dan Tata Ruang Bidang Pembinaan UKM ini belajar dari pengalaman setelah membagikan sertifikat hak milik kepada sejumlah warga. “Kalau dijual atau digadai, kondisi mereka tidak akan berubah,” katanya. Padahal tujuan reforma agraria adalah memberikan ruang kepada masyarakat untuk berdaya lewat lahan mereka sendiri.
Kepala Divisi Perencanaan dan Perolehan Badan Bank Tanah Yagus Suryadi mengatakan pihaknya juga membantu masyarakat memberdayakan lahannya. Peternak sapi, misalnya, dihubungkan dengan perusahaan susu untuk menyerap hasil peternak tersebut. Bank Tanah juga bersinergi dengan kementerian dan lembaga lain untuk menyediakan pelatihan buat masyarakat yang tinggal di atas lahan hasil reforma agraria tersebut.
Pemerintah juga perlu berfokus pada masyarakat kaya untuk mengatasi ketimpangan. Dari sisi lahan, misalnya, Yagus berharap pemerintah baru nanti berfokus pada penegakan aturan pembatasan penguasaan lahan oleh perusahaan ataupun perorangan, terutama jika lahan tersebut tak dimanfaatkan. “Mudah-mudahan untuk pelaksanaan reforma agraria ini, pemerintah yang baru nanti bisa membatasi,” katanya.
Suharso Monoarfa pun mengatakan pemerintah membutuhkan kontribusi dari golongan masyarakat kaya untuk mengurangi kesenjangan ekonomi. Salah satunya lewat penerapan pajak progresif kepada mereka yang memiliki pendapatan lebih tinggi. Pendapatan pajak tersebut bisa digunakan untuk membiayai program peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin. Para pengusaha juga didorong untuk menjalankan tanggung jawab sosial.
Selain itu, pemerintah mendorong masyarakat yang lebih mampu aktif berpartisipasi dalam program jaminan sosial. “Mereka juga dapat mengembangkan usaha yang melibatkan masyarakat miskin, berkontribusi pada penanganan masalah sosial lewat investasi sosial,” ujar Suharso.
Managing Director Political Economy and Policy Studies Anthony Budiawan menilai instrumen utama untuk menurunkan ketimpangan pendapatan adalah perpajakan. “Artinya, pengenaan pajak progresif sebagai instrumen redistribusi pendapatan dari orang kaya kepada orang miskin sekaligus untuk pengentasan (masyarakat dari) kemiskinan,” katanya. Namun pungutan pajak progresif saat ini masih jauh dari memadai sehingga belum bisa menurunkan tingkat kemiskinan secara signifikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Indonesia Mohammad Faisal, ketimpangan lahan krusial untuk diatasi pemerintah. Lahan merupakan modal dasar untuk berusaha. “Tanpa ada aturan yang jelas ihwal kepemilikan lahan, selama itu juga kita tidak akan bisa mengatasi kesenjangan dari akarnya,” tuturnya. Faisal mendorong penegakan aturan soal pembatasan kepemilikan lahan agar para pemilik modal dan kuasa tak menggerus kemampuan masyarakat dalam mendapatkan lahan.
VINDRY FLORENTIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo