TEMPO.CO, Jakarta – Nama mantan Menteri Komunikasi dan Informatika,
Rudiantara, masuk kantong tim penilai akhir atau tim TPA sebagai calon kuat Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara atau PLN Persero. Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengakui telah meneken hasilnya.
"Mudah-mudahan segera dilantik, yang jelas saya sudah tanda tangan,” ujar Pramono di Istana Negara, Senin, 25 November 2019.
Rudiantara masih enggan berkomentar atas penunjukan dirinya. Melalui pesan pendek kepada Tempo pada Jumat petang lalu, ia tak membenarkan, juga tak menampik. Rudiantara lantas balik bertanya. “Barangkali rumor?” katanya.
Dengan kabar penunjukan itu, Rudiantara berarti bakal kembali lagi ke perusahaan setrum. Sebab, jauh sebelumnya, tepatnya pada 2008, Rudiantara pernah menjabat sebagai Wakil Direktur Utama PLN mendampingi Fahmi Mochtar.
Selama menjabat orang kedua di PLN, Rudiantara berperan besar dalam pencarian pendanaan perusahaan, terutama pinjaman untuk proyek pembangkit listrik 10 ribu megawatt. Namun, ia mengundurkan diri pada 22 Desember 2009 lantaran merasa telah cukup berkarier di PLN dan ditawari posisi lain yang patut dipertimbangkan.
Sebelum menjadi Wakil Direktur Utama PLN, Rudiantara sempat mencicipi jabatan di BUMN lain, yakni sebagai Wakil Presiden Direktur PT Semen Gresik Persero. Manuvernya di BUMN juga kentara saat ia menjabat sebagai bos Telkomsel.
Lulusan Universitas Padjajaran itu juga pernah mengecap kursi bos Indosat selama 10-an tahun sejak 1990-an. Dari pengalamannya itu, Rudiantara lalu ditunjuk menjadi Menteri Komunikasi dan Informatika pada 2014 lalu untuk melengkapi Kabinet Kerja Jokowi.
Selama menjadi menteri, Rudiantara tercatat memiliki beberapa prestasi. Misalnya melancarkan proyek infrastruktur komunikasi Palapa Ring. Rudiantara juga mengupayakan infrastuktur TIK yang diklaim telah memberikan kontribusi pada tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 5,01 persen. Kemudian, pada 2015, Rudiantara melakukan penataan ulang (refarming) frekuensi internet 4G.
Meski memiliki prestasi, Rudiantara tak luput dari kritik. Ia sempat disoroti lantaran telah memblokir jaringan di Papua saat kerusuhan terjadi pada Agustus hingga September lalu.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | MAJALAH TEMPO
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini