Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Badan Usaha Milik Negara atau BUMN akhirnya memberikan penjelasan mengenai keterlambatan laporan keuangan PT Pertamina (Persero) tahun buku 2018. Jika sesuai jadwal, Pertamina seharusnya sudah memberikan laporan keuangan 2018 pada Februari 2019, namun ternyata molor hingga Mei 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Sesuai dengan ketentuan Menkeu dan BUMN itu disampaikan pada bulan Februari (setelah) audit, namun demikian terlambat sampai beberapa bulan," kata Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno saat mengelar konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat 31 Mei 2019.
Fajar melanjutkan, akibat keterlambatan penyampaian laporan keuangan ini, tingkat kesehatan administrasi menjadi ada yang berkurang. Kendati demikian, Fajar yang memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai kesehatan yang berkurang tersebut.
Kendati penyampaian laporan terlambat, Fajar memastikan bahwa Rapat Umum Pemegang Saham Pertamina sudah dilakukan sesuai dengan aturan yang ada. Sesuai aturan yang berlaku, RUPS paling lambat harus dilakukan pada Juni tahun ini. "Ini sudah sesuai ketentuan dan rampung sebelum Juni," kata Fajar.
Hari ini Pertamina menggelar RUPS di kantor Kementerian BUMN. Dalam rapat tersebut diputuskan mengenai pembukuan laba perseroan dan juga setoran deviden perseroan kepada negara. Hadir dalam RUPS tersebut Direktur Keuangan Pertamina yang menjadi Pelaksana Tugas Harian Direktur Utama Pertamina Pahala N Mansury.
Sementara itu, dalam RUPS tersebut, Pertamina menyampaikan bahwa sepanjang 2018, perseroan mampu mencetak laba sebanyak Rp US$ 2,53 miliar atau setara Rp 35,99 triliun. Jumlah ini menurun jika dibandingkan pada 2017 sebesar Rp 42,96 miliar.
Menurut Pelaksana Tugas Harian Direktur Utama Pertamina Pahala N Mansury, pendapatan laba tersebut ditopang oleh meningkatnya penjualan yang berhasil dicapai. "Pendapatan dari penjualan meningkat dari sebelumnya, US$ 46 miliar pada 2017 menjadi US$ 57,9 miliar pada tahun 2018 dan itu mungkin sudah peroleh persetujuan," kata Pahala.
Dengan jumlah laba tersebut, Pertamina mampu memberikan sumbangan deviden kepada negara sebesar Rp 7,95 triliun. Kendati demikian, angka sumbangan deviden tersebut juga menurun dari 2017 yang mencapai Rp 8,56 triliun.
DIAS PRASONGKO