Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah lembaga advokasi pekerja mengkritik hasil revisi Peraturan Pemerintah (PP) tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau kontrak yang kena pemutusan hubungan kerja disebut berisiko tak dapat uang JKP.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seperti diketahui, pada 7 Februari 2025 Presiden Prabowo Subianto menerbitkan PP Nomor 6 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Program JKP. Aturan ini merupakan revisi dari PP Nomor 37 Tahun 2021. Salah satu poinnya adalah memberi jaminan uang tunai hingga 60 persen dari gaji selama enam bulan bagi pegawai yang kena pemutusan hubungan kerja atau PHK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur lembaga konsultan kebijakan publik Synergy Policies Dinna Prapto Raharja mengatakan pekerja PKWT berisiko tak dapat manfaat jaminan meski terdaftar dalam JKP. Musababnya, dalam pasal 20 PP Nomor 6 Tahun 2025 ini, jaminan ini hanya akan diterima pekerja PKWT yang kena PHK sebelum masa kontrak berakhir.
“Sedangkan pekerja kontrak yang kena PHK sebelum kontrak habis sangat jarang terjadi. Jadi rekomendasi kami, hapus ketentuan tersebut dan mereka (pekerja kontrak) yang sudah iuran seharusnya tetap berhak mendapatkan JKP,” ujarnya dalam konferensi pers di Tjikini Lima, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 20 Januari 2025.
Direktur Eksekutif Trade Union Rights Center (TURC) Andriko Otang juga mengkritik revisi PP tersebut. Menurut dia, pemerintah tak transparan terkait program JKP karena pada kenyataannya regulasi tersebut memiliki ketentuan-ketentuan pengecualian. “Ternyata tidak semua buruh yang ter-PHK berhak mendapatkan manfaat program JKP,” ujarnya di lokasi yang sama.
Dalam pasal 20 ayat 1 PP Nomor 6 Tahun 2025 disebutkan siapa saja pekerja dikecualikan dari manfaat JKP, di antaranya pekerja yang meninggal dunia, pekerja dengan cacat total tetap dan yang memasuki usia pensiun.
Otang juga menyoroti pasal tentang JKP bagi pekerja kontrak. Menurut dia, hal ini tak menjawab masalah PHK karena tren pekerja saat banyak yang berupa kontrak jangka pendek. Bahkan, kata dia, sebagaian besar pasar tenaga kerja saat ini didominasi oleh pekerja kontrak atau PKWT.
PP Nomor 6 Tahun 2025 menyebutkan bahwa pegawai yang boleh mengajukan manfaat JKP hanya mereka yang memiliki masa iuran paling sedikit 12 bulan dan telah membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan setidaknya 6 bulan berturut-turut.
Menurut Otang, hal ini tak adil bagi pekerja kontrak di banyak sektor yang berisiko tak dapat akses jaminan. PKWT sektor manufaktur misalnya, kontrak kerjanya bervariasi antara 4 bulan, 6 bulan, dan satu tahun.