Farida, petani asal Ogan Ilir yang menjadi korban kekerasan aparat kepolisian menunjukkan bekas proyektil yang menembus lengan kanannya, saat memberikan keterangan kepada wartawan, di Jakarta, Rabu (1/8). Dalam kasus bentorkan antara warga dengan Petugas Brimob Polda Sumatera Selatan tersbut, seorang bocah berusia 12 tahun tewas tertembak. TEMPO/Imam Sukamto
Warga Ogan Ilir korban kekerasan petugas Brimob Polda Sumatera Selatan memberikan keterangan kepada wartawan, di Jakarta, Rabu (1/8). Korban, keluarga korban bersama Walhi mendesak pemerintah untuk mengusut tuntas kasus kekerasan yang berlokasi di Desa Cinta Manis, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan pada 27 Juli lalu. TEMPO/Imam Sukamto
Warga Ogan Ilir korban kekerasan petugas Brimob Polda Sumatera Selatan memberikan keterangan kepada wartawan, di Jakarta, Rabu (1/8). Kasus kekerasan di Desa Cinta Manis, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan pada 27 Juli lalu terkait konflik agraria antara warga dan PTPN VII. TEMPO/Imam Sukamto
Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Anwar Sadat (kanan), bersama korban dan keluarga korban petani Ogan Ilir memberikan keterangan kepada wartawan, di Jakarta, Rabu (1/8). Kasus bermula dari laporan PT Perkebunan Nusantara VII Cinta Manis mengenai pencurian pupuk yang berujung bentorkan antara warga dengan petugas Brimob Polda Sumatera Selatan yang diturunkan untuk mengusut kasus tersebut. TEMPO/Imam Sukamto
Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Anwar Sadat (kanan), bersama korban dan keluarga korban petani Ogan Ilir memberikan keterangan kepada wartawan, di Jakarta, Rabu (1/8). Tim khusus yang diturunkan untuk mengusut kasus bentrokan warga dengan petugas Brimob Polda Sumatera Selatan menemukan kejanggalan prosedur yang dilakukan polisi. TEMPO/Imam Sukamto