Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Di Balik Penjurian Film Pilihan Tempo 2024

Sejumlah nomine Film Pilihan Tempo 2024 menyoroti masalah sosial, ekonomi, dan kejiwaan individu di kampung hingga Kota Jakarta.

9 Februari 2025 | 08.30 WIB

Laporan Khusus Film Pilihan Tempo 2024
Perbesar
Laporan Khusus Film Pilihan Tempo 2024

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Penjelasan para juri dan redaksi atas pilih-pilihan Film PIlihan Tempo 2024.

  • Juri Film Pilihan Tempo 2024 adalah Ismail Basbeth, Nurman Hakim, dan Leila S. Chudori.

  • Film terpilih punya benang merah: memadukan cerita dengan teknik sinematografi dan akting mumpuni.

DEADLOCK itu terjadi pada Jumat malam, 17 Januari 2025. Saat itu juri Film Pilihan Tempo 2024 berdiskusi secara daring selama empat jam untuk menentukan nomine dan pemenang dari seratus lebih film yang tayang selama tahun 2024 yang masuk pertimbangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Para juri terdiri atas anggota redaksi yang mengampu peristiwa seni serta tiga juri dari luar redaksi, yakni penulis naskah film Leila S. Chudori; Ismail Basbeth, sutradara dan produser film; dan Nurman Hakim, sutradara dan pengajar di Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Penjurian untuk calon nomine ini dimulai pada awal Oktober 2024. Kini mereka harus memutuskan siapa saja yang masuk nominasi dan terpilih untuk tujuh kategori, yakni aktor dan aktris pendukung pilihan, aktor dan aktris pilihan, serta penulis naskah, sutradara, dan film pilihan.

Diskusi berlangsung relatif lancar saat membahas enam kategori, meskipun di beberapa kategori sempat terjadi diskusi cukup panjang. Pembahasan mulai menghangat ketika tiba pada kategori film pilihan dengan enam nomine, yakni Tale of the Land, Yohanna, Kabut Berduri, Samsara, Siksa Kubur, dan Crocodile Tears. Pilihan kemudian mengerucut pada Tale of the Land dan Yohanna. Pada prinsipnya juri menilai kedua film ini sama-sama menarik dan layak menjadi film pilihan.

Malam penghargaan Festival Film Tempo di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 5 Februari 2025. Tempo/M Taufan Rengganis

Tale of the Land adalah film yang sangat dekat dengan masyarakat sekarang dalam konteks konflik lahan dan masyarakat adat. Film ini punya kesadaran terhadap masalah tersebut. Sutradara dan penulis naskah juga tampak jelas membela siapa melalui tokohnya.

Yohanna adalah jenis road movie yang cukup tepat membuat rangkaian kejadian yang berhubungan dengan hadirnya para polisi yang korup, preman-preman, dan anak-anak yang dieksploitasi. Toleransi umat beragama tampak terjadi, tapi penduduk lokal pun digambarkan sama korupnya dengan polisi.

Sebetulnya kami selalu mengedepankan diskusi dalam setiap pemilihan. Namun pembahasan kali ini tak berujung pada kesepakatan sehingga pemungutan suara dilakukan. Masalahnya, kedua film itu mendapat jumlah suara yang sama karena jumlah total juri yang genap. Kami kemudian memutuskan menonton ulang kedua film itu untuk menimbang kembali keputusan masing-masing.

Seminggu kemudian kami bertemu kembali dan pemungutan suara diulang. Beberapa juri berubah pilihan dan mereka menyampaikan alasannya. Suara terbanyak akhirnya memilih Yohanna sebagai film pilihan.

Film garapan Razka Robby Ertanto ini merupakan kombinasi neorealisme Italia dan gelombang baru sebagai bahasa film cukup efektif untuk membawa penonton ke suatu peristiwa yang dialami Yohanna, yang diperankan Laura Basuki. Teknik kamera yang selalu bergerak mengikuti Yohanna membuat kita terbawa untuk terus mengikutinya.

Tentu ada beberapa catatan untuk film ini. Beberapa warga lokal nonaktor yang dilibatkan dalam film ini diharapkan bisa mendampingi aktris utama, tapi sayangnya mereka kurang digarap dengan rapi. Seorang juri mengkritik bahasa Indonesia yang digunakan aktris utama ketimbang bahasa Sumba yang akan membuat warna lokal dan kealamiannya lebih muncul. Namun, secara keseluruhan, film ini dinilai bagus dan kontekstual.

•••

JURI berdiskusi cukup panjang saat membahas kategori sutradara pilihan, terutama antara Garin Nugroho dan Razka Robby Ertanto. Dalam film Yohanna, Robby mengadopsi gaya neorealisme Italia yang mendekatkan penonton dengan cerita dan melibatkan pemain lokal yang bukan profesional film untuk mengejar kealamian.

Adapun Garin menawarkan cara baru dan unik dalam menyutradarai Samsara. Film Garin ini tanpa dialog dan pemain “berbicara” dengan tubuh dan ekspresi. Pilihan akhirnya jatuh kepada Garin. Juri menilai Garin berhasil menggabungkan berbagai unsur dalam suatu “koreografi” yang membuatnya menjadi satu kesatuan.

Dewan juri Leila S. Chudori (tengah), Nurman Hakim (kanan) dan Ismail Basbeth menyampaikan proses penjurian dalam malam penghargaan Festival Film Tempo di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 5 Februari 2025. Tempo/M Taufan Rengganis

Pembahasan soal penulis naskah berlangsung intens. Perbincangan mengerucut pada Edwin dan Ifan Ismail dalam film Kabut Berduri dan Loeloe Hendra dalam Tale of the Land. Naskah Edwin-Ifan dinilai sedikit “berkabut”, tapi itu adalah cara mereka untuk membangun cerita. Kabut Berduri bermain di wilayah implisit dan simtomatis yang makin ke dalam akan makin terlihat gejalanya.

Sementara itu, naskah Tale of the Land mengupas soal orang kecil yang terpinggirkan dan membawa trauma mendalam yang disajikan secara runtut dan rapi. Juri akhirnya memilih Edwin dan Ifan sebagai penulis naskah pilihan. Keduanya antara lain telah menawarkan jalan tengah antara film sebagai hiburan dan film sebagai seni lewat film mereka.

Dalam kategori aktris pilihan relatif tak terlalu banyak perdebatan. Sha Ine Febriyanti termasuk yang dijagokan beberapa juri. Dalam film Mungkin Kita Perlu Waktu, Ine memerankan Kasih, seorang ibu yang menyimpan kesedihan karena ditinggal pergi putrinya dan mengekspresikan rentang emosi yang luas, dari menahan marah hingga berani berkata “pisah”.

Juri lain memandang Laura Basuki dalam film Yohanna telah mengembangkan karakter seorang biarawati yang semula tampak suci dan berdisiplin menjadi sosok lain yang bahkan bertentangan dengan keimanannya. Juri akhirnya memilih Laura yang antara lain telah menggambarkan gejolak batin seorang biarawati yang berada di zona patriarki.

Dalam kategori aktor pilihan, pembahasan berujung pada Yoga Pratama dan Arswendy Bening Swara. Dalam Tale of the Land, Arswendy berakting bagus sebagai kakek yang cukup dominan dan protektif terhadap cucunya.

Adapun Yoga Pratama memerankan secara intens seorang polisi dari masyarakat Dayak dalam Kabut Berduri. Juri akhirnya memilih Yoga, yang menghadapi peran cukup kompleks sebagai polisi yang berusaha mengungkap kasus pembunuhan berantai tapi juga seorang mata-mata.

Sutradara Film Yohanna, Razka Robby Ertanto menerima penghargaan kategori Film Pilihan Tempo dalam malam penghargaan Festival Film Tempo di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 5 Februari 2025. Tempo/M Taufan Rengganis

Diskusi untuk kategori aktris pendukung tak berlangsung terlalu panjang. Juri menilai para nomine untuk tahun ini bagus dan punya peran masing-masing. Widuri Puteri, di usianya yang “tanggung”, berakting bagus dan natural—suatu hal yang tak mudah untuk orang seusianya. Peran Paula Rontoi dalam Kabut Berduri dan Rita Matu Mona dalam Agak Laen menjadi penggerak cerita, meski adegannya terbatas.

Juri akhirnya memilih Ayushita Nugraha dalam Home Sweet Loan yang telah mengembangkan karakternya sebagai ipar yang menyebalkan tapi juga menjadi jembatan keluarga.

Dalam kategori aktor pendukung, ada Yusuf Mahardika dan Yudi Ahmad Tajudin dalam Kabut Berduri serta Lukman Sardi dalam Mungkin Kita Perlu Waktu. Yusuf dan Yudi berperan sebagai warga Dayak yang tertindas. Keduanya memerankan tokoh masing-masing dengan kuat dan menggunakan dialek Dayak yang cukup bagus.

Adapun Lukman memerankan secara alami sosok “ayah yang biasa” yang berusaha mempertahankan keluarganya yang retak. Pilihan akhirnya jatuh kepada Yudi, yang memerankan tokoh Bujang, warga Dayak yang ditindas oleh kenyataan hidup dan berusaha melawan dengan caranya sendiri. “Dia seperti magnet, mengisap,” kata seorang juri.

•••

PEMILIHAN film dan berbagai pendukungnya adalah tradisi yang kami lakukan setiap tahun. Tahun ini kami merayakan Film Pilihan Tempo dengan menggelar Festival Film Tempo di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada Rabu, 5 Februari 2025. Ini perayaan ketiga setelah perayaan pada 2017 dan 2018. Sebagian besar nomine hadir dalam acara ini dan sineas yang terpilih naik ke panggung untuk menerima piala dan penghargaan.

Dalam rangkaian Festival Film Tempo, sebenarnya kami juga hendak menggelar layar tancap dengan memutar film bertema Jakarta sebagai bagian untuk menyambut 500 tahun Kota Jakarta, yang jatuh pada 2027. Rencana ini ditunda dan kami harap dapat menggelarnya kemudian.

Laporan Film Pilihan Tempo 2024 ini merupakan hasil pengamatan kami terhadap berbagai film yang tayang sepanjang tahun 2024. Semua film yang ditimbang haruslah sudah ditayangkan di hadapan publik.

Namun film itu tak harus sudah diputar di bioskop komersial, tapi bisa juga diputar di ruang publik, seperti platform film digital, festival, dan komunitas. Film itu juga tak harus melalui badan sensor. Itu sebabnya beberapa film yang masuk nominasi kali ini mungkin belum muncul di layar bioskop.

Calon Wakil Gubernur Terpilih Rano Karno (kiri), Aktor Slamet Rahardjo (tengah), dan aktor Ario Bayu (kanan) saat menghadiri Malam Insan Film Menuju Jakarta Kota Global Kota Sinema di Balaikota, Jakarta, 4 Februari 2025. Tempo/Fardi Bestari

Para juri mencatat bahwa film horor masih menonjol sepanjang tahun lalu meskipun jumlahnya sebenarnya masih di bawah jumlah film drama. Lembaga Sensor Film mencatat total 228 film yang hadir dan didaftarkan 140 rumah produksi selama tahun 2024. Sebanyak 87 judul (30,5 persen) adalah film horor, lebih sedikit dibanding film drama yang mencapai 141 judul (49,5 persen).

Yang perlu dicatat adalah adanya upaya pembuat film untuk mengembangkan genre horor. Film Agak Laen karya sutradara Muhadkly Acho menjadi fenomena ketika berhasil meraih 9,1 juta penonton selama 98 hari tayang. Film ini menggabungkan berbagai genre, seperti horor, komedi, dan drama. Para pemain utama dalam film ini juga berakting bagus, tapi tak bisa dinilai secara individual karena mereka pada dasarnya satu kesatuan (assemble). Juri menyebutkan film ini patut diberi apresiasi.

Film horor Siksa Kubur karya sutradara Joko Anwar dinilai penting karena mendorong peningkatan mutu film horor. Sejumlah sutradara yang selama ini tidak pernah membuat film horor, seperti Yosep Anggi Noen, Edwin, dan Paul Agusta, kini terjun pula ke genre ini. Hal ini memperkaya genre horor dan masyarakat akan mendapat suguhan film yang tak melulu membuat orang terlonjak dari bangkunya (jump scare).

Kehadiran platform film digital, seperti Netflix dan MAXstream, juga membuat usia film bertambah panjang, selain menjadi ruang bagi film-film yang khusus dibikin untuk platform semacam ini. Setelah selesai menayangkan filmnya di bioskop, produser dan rumah produksi menaruhnya di platform tersebut sehingga makin banyak orang yang menonton karya mereka.

Musisi Sal Priadi tampil dalam malam penghargaan Festival Film Tempo di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 5 Februari 2025. Tempo/M Taufan Rengganis

Film-film yang masuk nominasi Film Pilihan Tempo 2024 pada umumnya memotret berbagai masalah sosial, ekonomi, dan kejiwaan masyarakat. Setting-nya beragam, dari daerah perbatasan hingga pusat Jakarta.

Film Kabut Berduri karya Edwin, misalnya, menyoroti masalah kekerasan, korupsi di kepolisian, perdagangan orang, dan trauma komunis di perbatasan Kalimantan-Malaysia. Ada pula masalah sosial dan ekonomi di Sumba yang digambarkan dalam film Yohanna karya Razka Robby Ertanto.

Film drama seperti Bila Esok Ibu Tiada yang dibintangi Christine Hakim, Mungkin Kita Perlu Waktu yang dibintangi Sha Ine Febriyanti dan Lukman Sardi, serta Home Sweet Loan yang dibintangi Budi Ross memotret masalah keluarga masa kini dan dunia batin para tokohnya. Mereka menggambarkan bahwa setiap orang sebetulnya punya masalah dan bergulat untuk mengatasinya, meskipun mungkin di permukaan mereka tampak seperti orang yang baik-baik saja.

Musisi Idgitaf tampil dalam malam penghargaan Festival Film Tempo di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 5 Februari 2025. Tempo/M Taufan Rengganis

Para juri juga melihat perkembangan yang cukup menarik pada tahun lalu. Cerita layar lebar muncul lebih beragam dan kepedulian terhadap naskah film yang baik meningkat. Standar teknik produksi, rekaman suara, dan pendukung lain juga meningkat, terutama karena teknologi yang makin maju.

Banyak studio besar berusaha mencari penulis naskah yang bagus, terutama untuk film populer. Ini berbeda dibanding 10-20 tahun lalu. “Mereka berusaha sekali memperbaikinya dengan penulis baru yang lebih mendalam. Sebelumnya kan (cerita filmnya) diejek-ejek penonton,” ujar seorang juri.

Pertumbuhan pesat di dunia sinema ini belum mendapat perhatian pemangku kebijakan. Belum ada arah yang jelas mengenai pengembangan ekosistem perfilman Indonesia yang sehat. Ini patut disayangkan karena beberapa negara tetangga, seperti Korea Selatan dan Thailand, jauh lebih agresif menawarkan berbagai paket yang memudahkan dan bahkan menguntungkan pembuat film.

Kementerian Kebudayaan sebagai penanggung jawab perfilman perlu segera menyusun kebijakan yang ramah bagi industri film, tak lagi memandang film sebagai produk budaya yang pasif, tapi juga dapat mendorong perekonomian. 

Tim Laporan Khusus Film Pilihan Tempo 2024

Penanggung Jawab: Iwan Kurniawan
Pemimpin Proyek: Dian Yuliastuti
Penyunting: Iwan Kurniawan, M. Reza Maulana, Nurdin Kalim, Nurdin Saleh
Penulis: Aisha Shaidra, Ecka Pramita, Dian Yuliastuti, Indra Wijaya, Ismail Basbeth, Leila S. Chudori, Marvela, Nurman Hakim
Fotografi: Fardi Bestari (koordinator), Agung Chandra, Charisma Adristy, Gunawan Wicaksono, M. Taufan Rengganis
Desainer: Dianka Rinya, Djunaedi, Novandy Ananta, Rio Ari Seno, Riyan R Akbar, Sunardi
Penyunting Bahasa: Edy Sembodo, Hardian Putra Pratama, Iyan Bastian
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul Rekaman Masalah Sosial dan Jiwa Urban

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus