Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tengkorak korban genosida tersimpan dalam Museum Memorial Genosida Rwanda di Gisozi di Kigali, Rwanda, Sabtu, 6 April 2019. Tragedi genosida di negara ini menewaskan 800.000 orang, mayoritas dari suku Tutsi. REUTERS/Baz Ratner
Senjata yang digunakan untuk menghabisi korban genosida tersimpan dalam Museum Memorial Genosida Rwanda di Gisozi di Kigali, Rwanda, Rabu, 3 April 2019. Peristiwa genosida ini dikenal juga sebagai Pembantaian 100 hari yang dimulai pada tanggal 6 April 1994. REUTERS/Jean Bizimana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tengkorak korban genosida tersimpan dalam Museum Memorial Genosida Rwanda di Gisozi di Kigali, Rwanda, Sabtu, 6 April 2019. Pembantaian tersebut terjadi setelah Presiden Juvenal Habyarimana dan mitranya Cyprien Ntaryamira dari Burundi, yang berasal dari suku Hutu, terbunuh ketika pesawat mereka ditembak jatuh di atas ibukota Rwanda. REUTERS/Baz Ratner
Foto-foto korban genosida yang disumbangkan oleh para penyintas ditampilkan di Museum Memorial Genosida Rwanda di Gisozi, Kigali, Rwanda, Sabtu, 6 April 2019. Sekitar 70 persen dari populasi minoritas Tutsi terbunuh dalam penyerangan, yang jumlahnya lebih dari 10 persen dari total populasi Rwanda. REUTERS/Baz Ratner
Bunga terlihat di lokasi kuburan massal korban genosida Rwanda di Museum Memorial Genosida di Gisozi, Rwanda, Sabtu, 6 April 2019. Selain minoritas Tutsi, sejumlah suku Hutu yang menentang genosida juga menjadi korban. REUTERS/Baz Ratne
Pengunjung melihat foto-foto korban genosida yang ditampilkan di Museum Memorial Genosida Rwanda di Gisozi, Kigali, Rwanda, Sabtu, 6 April 2019. Rwanda melangsungkan peringatan tragedi yang terjadi 25 tahun yang lalu selama sepekan. REUTERS/Baz Ratner
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini