Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang wanita suku Moken, suku pengembara laut, membawa anaknya saat ia melangkah keluar dari perahu-nya di pulau 115, di Kepulauan Mergui, Myanmar (9/2). Kepulauan tersebut terisolasi selama puluhan tahun saat Myanmar dikuasai rezim militer.(AP/Altaf Qadri)
Pemangkas rambut di desa Ma Kyone Galet, di Pulau Bocho, kepulauan Mergui, Myanmar (11/2). Desa tersebut dihuni 480 keluarga dari etnis Burma dan etnis lainnya. (AP/Altaf Qadri)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang wanita suku Moken memasak makanan di bawah pohon di pulau 115, Kepulauan Mergui, Myanmar (9/2). Para ahli berpendapat bahwa Kepulauan Mergui memiliki keanekaragaman hayati laut yang penting di dunia. (AP/Altaf Qadri)
Seorang pria suku Moken membersihkan sisik ikan kembung di desa Ma Kyone Galet, di Pulau Bocho, Kepulauan Mergui, Myanmar (11/2). Dahulu tempat ini pernah menjadi pariwisata primadona bagi para turis karena keindahannya, namun karena konflik akhirnya turis pun mulai sepi. (AP/Altaf Qadri)
Seorang wanita memasak makanan di dalam gubuknya di desa Ma Kyone Galet, di Pulau Bocho, Mergui Archipelago, Myanmar (11/2). (AP/Altaf Qadri)
Seorang anak muda suku Moken mengumpulkan keong di Pulau 115, Kepulauan Mergui, Myanmar (11/2). Sekitar 2.000 suku Moken atau suku pengembara lautan menghuni kepulauan ini, namun secara signifikan berkurang jumlahnya karena migrasi, perkawinan dengan etnis Burma dan kematian penduduk laki-laki karena alkohol dan narkoba. (AP/Altaf Qadri)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini