Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pada 1 Maret 2024 lalu, dunia seni manga dan anime kehilangan salah satu ikon terbesarnya. Akira Toriyama, pencipta anime dan manga legendaris Dragon Ball, telah meninggal dunia pada usia 68 tahun akibat subdural hematoma.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami sangat sedih untuk memberi tahu Anda bahwa pencipta Manga Akira Toriyama meninggal pada tanggal 1 Maret karena hematoma subdural akut,” demikianlah pernyataan yang diposting di akun resmi X dari tim produksi Dragon Ball pada Jumat, 8 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dragon Ball adalah salah satu manga yang sangat sukses dan berpengaruh sepanjang sejarah. Serial Dragon Ball pertama kali diterbitkan pada 1984 dan telah menghasilkan berbagai adaptasi dalam bentuk serial anime, film, dan permainan video.
Dalam cerita Dragon Ball, terdapat seorang anak laki-laki yang bernama Son Goku yang mendapat kekuatan dengan cara mencari bola-bola ajaib yang berisi naga. Bola ini membantunya dan teman-temannya dalam melawan musuh-musuh jahat untuk melindungi Bumi. Ceritanya begitu fenomenal, sehingga manga ini banyak memiliki peminat.
Kematian Toriyama telah mengejutkan banyak penggemar dan peminat manga di seluruh dunia. Banyak pula yang bertanya-tanya tentang penyakit apa sebenarnya yang menyebabkan kematian sang maestro. Lantas, apa sebenarnya kondisi hematoma subdural ini?
Pengertian Hematoma Subdural
Mengutip dari laman My.clevelandclinic.org, hematoma subdural adalah jenis pendarahan yang berada di dalam kepala.Kondisi ini terjadi ketika darah terkumpul di bawah duramater yang merupakan salah satu lapisan jaringan yang melindungi otak. Hal ini paling sering terjadi akibat cedera kepala dan bisa berakibat fatal. Sementara itu, duramater sendiri adalah salah satu meningen dari tiga lapisan membran yang menutupi dan melindungi otak serta sumsum tulang belakang.
Hematoma subdural berkembang dari robekan pada pembuluh darah. Darah yang bocor kemudian keluar dari pembuluh darah yang robek lalu masuk ke dalam ruang antara duramater dan arachnoid mater. Pendarahan aktif ke dalam ruang ini disebut pendarahan subdural.
Penumpukan darah adalah apa yang kemudian disebut dengan hematoma subdural. Lebih luasnya, hematoma subdural adalah jenis cedera otak traumatis (TBI). Kondisi ini dapat mengancam jiwa dan memerlukan perawatan medis segera.
Gejala Hematoma Subdural
Gejala hematoma subdural mungkin muncul segera setelah trauma pada kepala terjadi. Namun mungkin juga berkembang seiring berjalannya waktu, seperti berminggu-minggu hingga berbulan-bulan setelah cedera. Berikut gejala yang meliputinya:
- Sakit kepala yang tak kunjung hilang
- Mual dan muntah
- Bicara tidak jelas (disartria)
- Pusing
- Masalah keseimbangan atau kesulitan berjalan
- Kelemahan di satu sisi tubuh
Gejala hematoma subdural kronis juga meliputi:
- Hilangnya ingatan
- Disorientasi
- Perubahan kepribadian
- Kelumpuhan
- Kejang
- Masalah pernapasan
- Hilangnya kesadaran atau koma
Penyebab Hematoma Subdural
Cedera kepala merupakan hal yang menyebabkan sebagian besar hematoma subdural. Contoh bagaimana hal ini bisa terjadi meliputi:
- Jatuh dan kepala terbentur
- Menerima benturan atau pukulan di kepala dalam kecelakaan mobil atau kepala
- Kepala terbentur saat berolahraga
- Mendapatkan cedera kepala karena penyerangan atau kekerasan fisik
Jenis Hematoma Subdural
- Akut: Ini adalah jenis hematoma subdural yang paling berbahaya. Gejalanya parah dan muncul segera setelah cedera kepala, seringkali dalam hitungan menit hingga jam. Tekanan pada otak juga akan meningkat dengan cepat seiring dengan berkumpulnya darah.
- Subakut: Gejala biasanya muncul beberapa jam hingga berhari-hari atau bahkan berminggu-minggu setelah cedera kepala. Hematoma subdural jenis ini dapat terjadi dengan gegar otak
- Kronis: Jenis hematoma ini lebih sering terjadi pada orang yang berusia diatas 65 tahun. Pendarahan terjadi secara perlahan dan gejala mungkin tidak muncul selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Bahkan cedera kepala ringan pun dapat menyebabkan hematoma subdural kronis.
SHARISYA KUSUMA RAHMANDA I DWI RINA CAHYANI