Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Aneurisma otak adalah kondisi munculnya benjolan di pembuluh darah otak yang berbentuk seperti balon akibat melemahnya dinding pembuluh darah. Spesialis bedah saraf subspesialis aneurisma Mardjono Tjahjadi dari Mandaya Royal Hospital Puri menjelaskan pentingnya mengenali bahaya dan risiko khas aneurisma otak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jika tidak segera ditangani, benjolan tersebut dapat pecah dan menyebabkan perdarahan di otak sehingga memicu stroke atau bahkan kematian," ujar Joy -- sapaannya -- di Tangerang, Kamis, 19 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski lebih umum terjadi pada lansia, aneurisma otak juga dapat terjadi pada usia muda. Risiko orang terkena aneurisma akan meningkat pada perempuan, usia 40 tahun ke atas, punya kebiasaan merokok, dan memiliki tekanan darah tinggi.
"Menurut statistik, satu dari 50 orang memiliki aneurisma. Hanya saja, seringkali kondisi ini tidak memicu gejala apapun hingga pada akhirnya kondisi memburuk tanpa penanganan atau ketika pembuluh darah sudah pecah," katanya.
Joy mengungkapkan jika aneurisma sudah pecah maka kesempatan hidup hanya 50 persen. Gejala yang dapat timbul saat benjolan sudah pecah antara lain mual dan muntah, leher kaku, penglihatan kabur, kelopak mata turun, dan beberapa orang mengalami pingsan.
"Hampir 90 persen pengidap aneurisma tidak merasakan gejala apapun sehingga memang skrining atau pemeriksaan dini perlu dilakukan, misalnya dengan cek MRI (Magnetic Resonance Imaging) atau MRA (Magnetic Resonance Angiography) supaya jika ternyata ada benjolan bisa segeraditangani sebelum pecah," jelasnya.
Kapan perlu pemeriksaan lanjutan?
Apabila setelah dilakukan pemeriksaan MRI dan MRA tampak ada kelainan bentuk yang dicurigai sebagai benjolan aneurisma maka pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan Digital Subtraction Angiography (DSA).
"DSA adalah prosedur pemeriksaan pembuluh darah dengan menggunakan cairan kontras dan sinar X yang hasil pemeriksaannya dapat dilihat langsung di komputer dengan sangat jelas tanpa terhalang jaringan tulang," paparnya.
Ia mengatakan prosedur DSA selama ini dikenal sebagai prosedur cuci otak. Namun, istilah ini sebetulnya kurang tepat. Pada dasarnya DSA memang tidak hanya bisa dilakukan untuk diagnosis tapi juga untuk pengobatan.
Pada terapi DSA, dokter akan memasukkan koil atau kawat kecil ke pembuluh darah di otak dan diarahkan ke dalam benjolan untuk menyumbat aliran darah ke area tersebut sehingga darah tetap mengalir sesuai jalur normalnya. Ketika benjolan di pembuluh darah tersebut dipenuhi kawat dan tidak mendapat aliran darah baru maka benjolan tidak lagi bisa berkembang hingga pecah. Selain dengan DSA, penyumbatan benjolan aneurisma juga dapat dilakukan dari luar.
"Dokter akan membuka sedikit jaringan di area pelipis lalu dengan alat tertentu benjolan akan dijepit sehingga tidak ada lagi aliran darah yang masuk ke area tersebut," tuturnya.