Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Peneliti menyebutkan rokok diberi aneka rasa demi menggaet lebih banyak perokok.
Rokok dengan rasa mengandung 130 zat kimia tambahan yang berisiko merusak sistem reproduksi dan pertumbuhan janin.
Dengan 68 juta perokok dewasa, Indonesia belum mengatur produk tembakau yang berperasa atau beraroma.
Belum banyak yang memahami bahwa di balik “nikmatnya” isapan kretek rasa mentol atau rokok dengan kapsul rasa buah-buahan yang bisa dihancurkan seperti “Applecrush”, yang makin digandrungi anak muda, terkandung setidaknya 130 zat kimia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu strategi perusahaan rokok di Indonesia untuk memperluas pasar konsumen ke kalangan perokok pemula adalah menambahkan berbagai zat perasa kimia, seperti mentol, ke dalam rokok. Ini juga merupakan strategi mereka untuk mengaburkan risiko kesehatan dari mengisap rokok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Riset terbaru kami menunjukkan bahwa eugenol, zat aromatik cengkih yang kuat, ditemukan di semua sampel varian kretek dalam konsentrasi signifikan, yaitu 2,8-33,8 miligram per batang. Namun zat serupa tidak ditemukan sama sekali pada rokok putih. Ini menandakan bahwa eugenol merupakan kandungan khas kretek.
Eugenol yang kami temukan di semua varian kretek telah diketahui memiliki potensi toksisitas pada hewan dan manusia, misalnya menimbulkan perdarahan paru, infeksi, dan peradangan parah pada sistem pernapasan.
Kami menganalisis konsentrasi kandungan 180 zat kimia dari total 24 varian kretek dan sembilan varian rokok putih berbagai merek yang dibeli pada 2021 dan 2022 di Indonesia. Beberapa zat kimia utama yang kami teliti di antaranya mentol dan lima zat yang berkaitan dengan cengkih, yaitu eugenol, methyl eugenol, β-caryophyllene, α-caryophyllene, dan acetyl eugenol.
Mentol ditemukan pada 14 dari 24 varian sampel kretek dengan konsentrasi 2,8-12,9 mg per batang serta pada 5 dari 9 sampel rokok putih, dengan konsentrasi 3,6-10,8 mg per batang. Zat perasa lainnya, seperti rasa buah-buahan, juga ditemukan di beberapa sampel kretek dan rokok putih.
Total terdapat 130 zat perasa yang terdeteksi setidaknya sekali di sampel kretek dan rokok putih kami dalam konsentrasi minimal 0,001 mikrogram per batang.
Penemuan zat mentol dan zat perasa lainnya pada produk kretek menandakan bahwa perusahaan rokok dengan sengaja menambahkan zat perasa tersebut ke dalam kretek yang sebenarnya sudah memiliki rasa khas.
Sulit untuk tidak berprasangka bahwa intensi penambahan berbagai zat perasa tersebut adalah upaya perusahaan menjual lebih banyak batang rokok ke pemula karena kretek terkenal cukup berat diisap.
Baca: Menolak Rokok
Pedagang menunjukan kemasan rokok mentol di tokonya kawasan Menteng, Jakarta, 19 Juni 2023. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Bahaya Kandungan Rokok Berperasa
Penambahan mentol, misalnya, dengan sensasinya yang dingin dan menyegarkan, dapat mengaburkan efek kasar dan iritasi di tenggorokan saat mengisap rokok. Hal ini mempermudah perokok pemula untuk menghabiskan rokoknya.
Selain itu, efek mentol menimbulkan persepsi yang salah bagi perokok bahwa rokok tersebut kurang berbahaya dibanding rokok yang tidak berperasa.
Sedangkan methyl eugenol, zat turunan dari eugenol, terbukti menyebabkan kanker pada hewan dan berpotensi juga pada manusia. Acetyl eugenol, komponen aktif dari eugenol, ditemukan bersifat racun bagi organ reproduksi dan pertumbuhan janin hewan uji coba.
Tak Ada Pembenaran
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa tidak ada pembenaran untuk mengizinkan penggunaan zat perasa di produk tembakau. Sebab, zat perasa dapat membuat produk tersebut makin atraktif dan mendorong konsumsinya, terutama di kalangan anak muda.
Dengan total 68 juta perokok dewasa dan di tengah varian rasa rokok yang membanjiri pasar, Indonesia belum mengatur produk tembakau yang berperasa atau beraroma.
Per September 2022, semua negara Uni Eropa dan 23 negara lainnya setidaknya sudah membatasi zat perasa, termasuk mentol, dalam produk tembakau. Amerika Serikat, sejak 2009, melarang penjualan kretek di negara tersebut.
Kretek tergolong rokok berperasa karena terbuat dari campuran tembakau dan cengkih yang dipadukan dengan "saus" perasa. Ini merupakan jenis rokok yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia, sebanyak 73 persen perokok mengkonsumsi kretek. Digadang-gadang dan diklaim sebagai “warisan budaya dan sejarah”, kretek telah diketahui menghasilkan partikel polutan halus, nikotin, tar, dan karbon monoksida dengan level lebih tinggi dibanding rokok biasa (rokok putih).
Selain itu, sudah banyak merek kretek yang diproduksi oleh perusahaan rokok multinasional, seperti Marlboro (Philip Morris International), Esse (Korea Tobacco & Ginseng Corporation), serta Camel (Japan Tobacco International), sehingga membuatnya tidak lagi eksklusif dan identik dengan produk lokal.
Pedagang tengah menata stok tembakau rokok di Toko G13 Tembako Indonesia di kawasan Cempaka Putih, Jakarta, 27 Oktober 2022. Tempo/Tony Hartawan
Buku Pedoman Industri Tembakau
Temuan kami konsisten dengan hasil penelitian di Meksiko yang juga menemukan banyaknya kandungan zat perasa tambahan di produk rokok, seperti rasa buah-buahan dan vanila.
Penelitian lain sebelumnya juga menemukan eugenol dalam konsentrasi tinggi di produk kretek. Hal ini menandakan bahwa industri rokok menggunakan buku pedoman yang sama dalam memproduksi dan memasarkan produknya di berbagai negara.
Meski penelitian kami tidak dapat digeneralisasi ke semua produk rokok di pasar Indonesia karena pemilihan sampel rokok tak dilakukan secara acak, temuan kami cukup untuk menunjukkan bahwa dengan jumlah sampel yang kecil, terdapat banyak sekali variasi profil zat kimia perasa di produk rokok yang ditawarkan kepada konsumen.
Riset kami menjawab kelangkaan kajian yang menguak kandungan rokok berperasa di Indonesia secara komprehensif.
Rokok Berperasa Perlu Diatur
Temuan kami menunjukkan pentingnya pembatasan, jika bukan pelarangan, zat perasa tambahan untuk semua produk rokok, baik kretek, rokok putih, maupun cerutu di Indonesia.
Riset menunjukkan bahwa pelarangan produk tembakau berperasa, termasuk mentol, dapat mengurangi konsumsi rokok dan meningkatkan usaha berhenti merokok. Dukungan publik untuk meloloskan kebijakan seperti ini juga cukup besar.
Akan lebih baik jika aturan tersebut dapat dibarengi dengan kebijakan terkait dengan kemasan rokok yang mengatur atau membatasi desain, seperti warna, gambar, dan deskripsi di bungkus rokok yang dapat diasosiasikan dengan rasa.
Banyak kemasan rokok di sampel ini yang memiliki warna cerah dan desain cukup menarik untuk anak muda. Sudah banyak bukti yang menunjukkan bahwa deskripsi rasa, gambar, dan warna bungkus rokok mempengaruhi ketertarikan konsumen terhadap produk tersebut.
Karena itu, sudah saatnya kebijakan tentang rokok berperasa dimasukkan ke dalam agenda pengendalian tembakau.
Di negara yang tanpa atau minim aturan, sky is the limit (langit adalah batasan) bagi industri rokok. Mereka akan terus membuat produknya menarik dan diminati banyak kalangan, terutama anak-anak dan remaja yang dibutuhkan oleh bisnis rokok menjadi calon pelanggan tetap. Perusahaan rokok menargetkan mereka untuk menggantikan konsumen tua yang meninggal akibat penyakit terkait dengan merokok.
Makin banyaknya generasi muda yang terbuai dan terjerat oleh adiksi rokok adalah hal terakhir yang tidak kita inginkan dalam menyongsong generasi emas Indonesia 2045.
---
Artikel ini ditulis oleh Beladenta Amalia, postdoctoral fellow di Institute for Global Tobacco Control, Johns Hopkins University, Amerika Serikat. Terbit pertama kali di The Conversation.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo