Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Elon Musk Menderita Sindrom Asperger, Apa Itu?

Elon Musk mengumumkan mengidap Sindrom Asperger, yakni gangguan neurologis atau saraf yang tegolong ke dalam gangguan spektrum autisme.

9 Mei 2021 | 20.46 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Elon Musk mengumumkan mengidap Sindrom Asperger. Pengakuan itu disampaikannya kala mengisi acara di Saturday Night Life (SNL), 8 Mei 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sindrom Asperger adalah gangguan neurologis atau saraf yang tegolong ke dalam gangguan spektrum autisme. Gangguan spektrum autisme (autism spectrum disorder) atau yang lebih dikenal dengan autisme merupakan gangguan pada sistem saraf yang mempengaruhi kemampuan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sindrom Asperger memiliki sedikit perbedaan dengan gangguan spektrum autisme lain, misalnya gangguan autistik. Pada penderita gangguan autistik, terjadi kemunduran kecerdasan (kognitif) dan penguasaan bahasa. Sedangkan pada penderita sindrom Asperger, mereka cerdas dan mahir dalam bahasa namun tampak canggung saat berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang-orang di sekitar.

Sindrom ini menyerang anak-anak dan bertahan hingga dewasa. Meski belum ditemukan obatnya, sindrom Asperger yang terdiagnosis dan tertangani sejak dini bisa membantu penderita untuk meningkatkan potensi dan kemampuan diri dalam berkomunikasi serta berinteraksi dengan orang lain.

Para dokter anak sepakat jika sindrom Asperger memiliki gejala-gejala yang tidak terlalu berat dibandingkan jenis autisme lain. Di balik kecerdasan yang dimiliki penderita sindrom ini, ada beberapa tanda atau gejala yang khas, yaitu:

Sulit berinteraksi
Penderita sindrom Asperger mengalami kecanggungan dalam melakukan interaksi sosial, baik dengan keluarga maupun orang lain. Jangankan berkomunikasi, kontak mata saja agak sulit.

Tidak ekspresif
Penderita sindrom Asperger jarang menampilkan ekspresi wajah atau gerakan tubuh yang berkaitan dengan ungkapan emosi. Ketika bahagia, penderita sindrom akan susah tersenyum atau tidak bisa tertawa meskipun menerima suatu candaan lucu. Penderita juga akan berbicara dengan nada datar, tidak ubahnya seperti robot.

Kurang peka
Saat berinteraksi dengan orang lain, penderita sindrom Asperger hanya berfokus menceritakan diri sendiri serta tidak punya ketertarikan dengan apa yang dimiliki oleh lawan bicara. Penderita sindrom Asperger bisa menghabiskan waktu berjam-jam membahas hobi yang disenangi, misalnya membicarakan tentang klub, pemain, dan pertandingan sepak bola yang disukai kepada lawan bicara.

Obsesif, repetitif, dan kurang menyukai perubahan
Rutin melakukan hal yang sama secara berulang-ulang (repetitif) dan tidak menerima perubahan pada sekitar ialah ciri khas penderita sindrom Asperger. Salah satu tanda yang paling terlihat ialah suka mengonsumsi jenis makanan yang sama selama beberapa waktu atau lebih suka berdiam diri di dalam kelas ketika jam istirahat.

Gangguan motorik
Anak yang menderita sindrom Asperger mengalami keterlambatan dalam perkembangan motorik jika dibandingkan dengan anak seusia. Mereka sering tampak kesulitan saat melakukan kegiatan-kegiatan biasa, seperti menangkap bola, mengendarai sepeda, atau memanjat pohon.

Gangguan fisik atau koordinasi
Kondisi fisik penderita sindrom Asperger tergolong lemah. Salah satu tandanya ialah gaya berjalan penderita cenderung kaku dan mudah goyah.

Penyebab sindrom Asperger disejajarkan dengan penyebab gangguan spektrum autisme. Penyebab pastinya belum diketahui hingga saat ini tetapi para ahli mempercayai kelainan genetik yang diturunkan berperan dalam terjadinya gangguan spektrum autisme dan juga sindrom Asperger. Dalam beberapa kasus, sindrom Asperger juga diduga dipicu oleh infeksi saat kehamilan, terpapar agen atau faktor yang menyebabkan perubahan bentuk pada janin.

Seperti autisme, terjadinya sindrom Asperger pada anak tidak bisa dicegah. Akan tetapi, beberapa usaha masih bisa dilakukan untuk meningkatkan potensi dan kemampuan penderita. Penanganan sindrom Asperger akan difokuskan untuk menangani tiga gejala utama, yakni minimnya kemampuan komunikasi, kebiasaan obsesif-repetitif, hingga lemahnya kondisi fisik.

Penderita sindrom Asperger sebenarnya pandai dalam menguasai bahasa dan berbicara. Hanya saja, kemampuan ini tidak mampu dilakukan kepada orang lain. Terapi mencoba untuk membiasakan penderita berbicara kepada orang lain, melakukan kontak mata ketika berinteraksi, serta membahas topik yang juga diinginkan oleh lawan bicara.

Berikut terapi pengobatan orang dengan sindrom Asperger:

Terapi fisik
Terapi fisik atau fisioterapi bertujuan melatih kekuatan anggota tubuh. Sejumlah latihan rutin yang bisa diterapkan ialah lari, melompat, naik-turun tangga, atau bersepeda.

Terapi okupasi
Terapi yang cukup lengkap dengan menggabungkan latihan fisik, kognitif, dan pancaindera. Terapi ini bertujuan untuk memperbaiki sekaligus meningkatkan kemampuan kognitif, fisik, sensorik, motorik, serta memperkuat kesadaran dan penghargaan kepada diri.

Terapi perilaku kognitif
Terapi perilaku kognitif memberikan pengajaran kepada anak mengenai cara-cara untuk mengungkapkan perasaan dan bergaul dengan teman sebaya atau orang-orang di sekitar. Penderita akan dilatih untuk mengendalikan rangsangan yang diterima indera-indera tubuh, rasa takut, cemas, keinginan, penolakan, dan ledakan emosi.

Terapi obat
Di samping terapi di atas, obat-obatan bisa diberikan untuk mengontrol gejala pada penderita sindrom Asperger seperti Elon Musk.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus