Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Euthanasia, Metode Kematian yang Digunakan Eks Perdana Menteri Belanda Dries Van Agt dan Istri

Mantan Perdana Menteri Belanda, Dries van Agt meninggal dengan bergandengan tangan bersama istrinya, Eugenie. Mereka memilih metode euthanasia.

18 Februari 2024 | 10.47 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Eks Perdana Menteri Belanda Dries van Agt dan Eugenie meninggal pada usia 93 tahun dengan menjalani suntik mati atau metode euthanasia bersama istrinya di kampung halamannya, Nijmegenm. Kabar ini diumumkan The Rights Forum, sebuah organisasi hak asasi manusia yang didirikan Agt.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berdasarkan catatan, kesehatan Agt dan istrinya memburuk selama beberapa waktu sebelum mereka memilih untuk disuntik mati. Cara mengakhiri hidup yang dilakukan pasangan ini menggunakan metode euthanasia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Dalam konsultasi dengan keluarga dekat, kami mengumumkan bahwa pendiri dan ketua kehormatan kami Dries van Agt meninggal pada Senin, 5 Februari 2024, di kampung halamannya di Nijmegen,” demikian bunyi catatan pers tersebut.

Euthanasia

Berdasarkan jurnal-mhki.or.di, istilah euthanasia berasal dari kata ethanatos (eu dan thanatos) dalam Bahasa Yunani. Eu berarti indah atau terhormat, sedangkan thanatos berarti mati. Secara etimologis, euthanasia adalah mati dengan baik.

Euthanasia adalah tindakan atau praktik tanpa rasa sakit membunuh orang yang menderita penyakit menyakitkan dan tidak dapat disembuhkan. Euthanasia juga dapat diartikan sebagai tindakan melumpuhkan gangguan fisik atau membiarkan seseorang mati dengan menahan pengobatan atau menarik tindakan pendukung kehidupan buatan. Namun, aturan terkait euthanasia tidak ada di sebagian besar sistem hukum negara di dunia sehingga kerap disebut bunuh diri (jika dilakukan pasien) atau pembunuhan (jika dilakukan orang lain).

Pada euthanasia, dokter dapat secara sah memutuskan untuk tidak memperpanjang hidup pasien, jika mengalami penyakit atau penderitaan ekstrem. Dokter pun dapat memberikan obat untuk menghilangkan rasa sakit, bahkan jika pengobatan mempersingkat hidup pasien. 

Tindakan euthanasia diizinkan secara moral yang ditelusuri dari filsuf Yunani Kuno, yaitu Socrates, Plato, dan Stoik. Namun, euthanasia ditolak dalam kepercayaan Kristen tradisional. Sebab, tindakan ini dianggap bertentangan dengan larangan pembunuhan yang tertuang dalam Sepuluh Perintah. 

Meskipun ada pertentangan, tetapi beberapa gerakan terorganisir muncul untuk meminta legalisasi euthanasia yang dimulai di Inggris pada 1935. Lalu, pada 1938, Euthanasia Society of America didirikan di Amerika Serikat sebagai kelompok pendukung euthanasia.

Barulah, euthanasia dilegalkan pertama kali oleh Belanda pada 2001 yang satu tahun kemudian disusul Belgia. Lalu, pada 2009, Mahkamah Agung Korea Selatan mengakui “hak untuk mati dengan bermartabat”. Keputusan Korea Selatan ini diambil berkat menyetujui permintaan keluarga seorang wanita yang mati otak agar dikeluarkan dari sistem pendukung kehidupan, seperti dilansir Britannica.

Saat ini, euthanasia masih menjadi perdebatan antara legalitas dan etika. Di samping perdebatan tersebut, sudah ada negara yang melegalkan euthanasia dengan ketentuan berbeda. Menurut Healthline, berikut negara yang melegalkan euthanasia, yaitu:

  • Amerika Serikat (Washington, Oregon, California, Colorado, Montana, Vermont, Washington, D.C., dan Hawaii)
  • Swiss
  • Jerman
  • Jepang
  • Belanda
  • Belgia
  • Luksemburg
  • Kolombia
  • Kanada.

RACHEL FARAHDIBA R  I  DEWI RINA CAHYANI

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus