Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Klorokuin (chloroquine) fosfat menjadi salah satu obat yang diberikan kepada pasien COVID-19. Namun ada yang perlu diperhatikan dalam pemberiannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Spesialis paru RSUP Persahabatan, dr. Andika Chandra Putra, memastikan pemberian obat klorokuin fosfat dan hidroksiklorokuin kepada pasien COVID-19 dilakukan dengan pemeriksaan awal dan pemantauan untuk memastikan tidak ada risiko efek samping.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Bagi klinisi tentu sebelum memberikan obat itu harus dipastikan dulu kondisi jantungnya baik atau tidak, atau melakukan pemantauan lewat EKG (elektrokardiogram) melihat irama jantungnya ada perburukan atau tidak," kata Ketua Bidang Ilmiah dan Penelitian Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) itu.
Dia mengakui ada risiko obat yang digunakan untuk merawat pasien penyakit yang menyerang sistem pernapasan itu. Efek samping mulai dari yang ringan, seperti sakit kepala, kram perut dan mual, sampai dengan berat, yaitu gangguan irama jantung.
Dalam beberapa kasus, pemberian klorokuin fosfat dapat menyebabkan QT interval memanjang, di mana irama jantung menjadi abnormal. Itu adalah salah satu risiko dari obat tersebut, tegasnya.
"Itu risiko. Artinya bisa terjadi bisa tidak. Makanya, klinisi dalam penggunaan klorokuin, sebelum pemberian obat kita pastikan dulu kondisi jantungnya," katanya.
Selama dalam perawatan, dokter juga akan melakukan evaluasi irama dan fungsi jantung. Jika risiko dari obat itu lebih besar dari pada manfaatnya tentu akan dihentikan penggunaannya kepada pasien COVID-19.
PDPI juga sudah mengeluarkan protokol terkait tata laksana perawatan pasien corona dari yang bergejala ringan sampai berat termasuk dalam penggunaan dosis obat yang digunakan untuk merawat pasien.