Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menurunnya motivasi untuk mengikuti protokol kesehatan bisa muncul karena rasa jenuh terhadap pandemi COVID-19. Itulah yang disebut pandemic fatigue. Kondisi ini harus segera diatasi dan membutuhkan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sosiolog Universitas Indonesia, Daisy Indira Yasmine, mengatakan masyarakat rentan mengalami pandemic fatigue akibat rasa jenuh yang tinggi terhadap situasi yang tidak menentu. Mereka yang awalnya patuh dan waswas tertular virus corona secara bertahap mulai santai dan acuh terhadap protokol kesehatan. Hal ini tentunya akan berakibat pada naiknya angka kasus COVID-19.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Untuk menghadapinya, diperlukan regulasi yang berfokus pada manusia atau masyarakat, melakukan penelitian dan pengumpulan data untuk membuat kebijakan sesuai dengan kelompok sasaran, jadi tidak dipukul rata.
"Semua kebijakan berbasis data/riset, tidak bisa pukul rata harus disesuaikan dengan kondisi masyarakat. Misalnya, untuk lansia bagaimana, untuk kaum muda bagaimana media komunikasi yang tepat," ujar Daisy.
Untuk menghindari pandemic fatigue, masyarakat juga harus dilibatkan dalam mencari solusi atau merancang kebijakan, bukan hanya sekadar obyek yang harus patuh. Selain itu, harus ada perubahan gaya hidup, perilaku, serta sistem nilai baru yang disesuaikan dengan pandemi.
"Kita harus terbuka untuk berubah. Yang penting juga adalah bagaimana manusia tetap bisa menjalankan kehidupan sehari-hari tapi mengurangi risiko tertular dan kebijakan tidak bisa ekstrem, memahami kesulitan hidup yang dihadapi anggota masyarakat," jelas Daisy.
Sementara itu, pandemi COVID-19 sangat mempengaruhi ketahanan keluarga. Hal ini terkait masalah ekonomi, sosial, relasi antaranggota keluarga, perubahan peran, tumbuh kembang anak, serta masalah fisik dan mental. Untuk membangun ketahanan keluarga, fokus tidak hanya sekadar beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi, tapi juga untuk tumbuh menjadi keluarga yang kuat.
"Kurangi sumber beban yang negatif atau stressful, memikirkan aktivitas anak, memberi jeda agar tidak hanya belajar. Tambah hal-hal yang positif, bangun relasi yang suportif. Tetap berinteraksi online, juga mengurangi pandemic fatique," ujar Daisy.
Selain itu, sebisa mungkin berikan ruang pada kemampuan masing-masing individu, khususnya dalam hal kemampuan mengatur kehidupan sehari-hari. Tujuannya agar keluarga semakin kuat dan berdaya di masa pandemi COVID-19.