Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penyakit hepatitis masih menjadi salah satu penyakit yang banyak dijumpai. Bahkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) masih menjadikan Indonesia masuk sebagai endemisitas yang sedang hingga tinggi. Untuk di Indonesia, jenis penyakit ini yang banyak dijumpai yaitu hepatitis B.
Sejatinya, penyakit hepatitis diklasifikasikan dari hepatitis A, B, C, D, dan E. berdasarkan Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan yang dirangkum dalam pusdatin.kemkes.go.id, hepatitis A dan E ditularkan karena fecal oral dan sangat berhubungan dengan perilaku hidup bersih dan sehat.
Sedangkan untuk hepatitis B, C, dan D ditularkan secara parental dan dapat menimbulkan gejala kronis seperti cirrhosis dan kanker hati. Tidak heran jika penyakit ini menjadi penyakit kronis di dunia dan sebanyak 1,5 juta penduduk di dunia meninggal setiap tahunnya karena penyakit tersebut.
Untuk perbedaan segala jenis hepatitis yaitu hepatitis A merupakan penyakit hepatitis ringan, bersifat akut, sembuh secara spontan dan sempurna tanpa gejala sisa dan tidak menyebabkan gejala kronik. Hepatitis A biasanya memiliki gejala seperti demam, sakit kepala, mual dan muntah, dan yang cukup parah yaitu pembengkakan hati.
Sedangkan untuk hepatitis B dibagi menjadi dua yaitu hepatitis B akut dan hepatitis B kronik. Hepatitis B akut memiliki gejala seperti rasa lesu, nafsu makan berkurang, demam ringan, nyeri abdomen sebelah kanan, dan air kencing bewarna teh. Sedangkan penularannya bisa terjadi karena persalinan, intra uterine, transfuse darah, jarum suntik, pisau cukur, hingga transplantasi organ.
Sedangkan untuk gejala hepatitis B kronik merupakan pengembangan dari hepatitis B akut. Hal ini biasanaya terjadi tanpa gejala. Untuk hepatitis B kronik, faktor usia juga mempengaruhi kronisnya penyakit. Jika tertular saat usia bayi maka 95 persen akan menjadi hepatitis B kronik, usia balita 20-30 persen, sedangkan usia dewasa hanya 5 persen.
Lalu hepatitis C terjadi karena sirosis dan kanker hati. Untuk tingkat kronisitasnya, 80 persen penderitanya akan mengalami gejala yang kronis. Penularan hepatisis C terjadi melalui jarum suntik, kecelakaan kerja (untuk tenaga kesehtan), hubungan seks juga menjadi salah satu faktornya, namun sangat kecil. Oleh karena itu, penting untuk menghindari resiko terjadinya hepatitis C karena hingga saat ini belum ditemukan vaksin untuk mengatasinya.
Masih dari Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan, untuk hepatitis D jarang ditemukan, namun sangat berbahaya. Hepatitis D sering juga disebut sebagai virus Delta. Untuk menanggulanginya tidak ada vaksin khusus, sebab penderitanya akan terlindungi jika sudah menerima vaksin hepatitis B. Hal ini dikarenakan hepatitis D perkembangbiakan dari vaksin hepatitis B.
Yang terakhir adalah hepatitis E yang ditandai dengan gejala flu hingga ikterus. Dahulu, penyakit ini dikenal dengan hepatitis non-A dan non-B. Untuk pencegahan bisa dilakukan dengan menjaga kebersihan lingkungan, serta makan dan minum. Penting untuk mengindahkan faktor tersebut karena, hepatitis E belum dijumpai vaksinnya.
GERIN RIO PRANATA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini