Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Departemen Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada, Toto Sudargo, mengatakan program Makan Bergizi Gratis (MBG) berpotensi besar meningkatkan kemampuan fungsi kognitif siswa jika dikelola dengan baik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Konsumsi makanan bergizi seperti protein dari telur sangat penting untuk mendukung perkembangan otak," ujar Toto di Yogyakarta, Sabtu, 18 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Program MBG perlu diimbangi pengolahan gizi dari menu makanan. "Penyajiannya juga harus diperhatikan agar anak-anak tertarik mengonsumsinya," katanya.
Dia mencontohkan menu telur yang diolah dengan baik, seperti dadar atau orak-arik, akan memberi manfaat lebih karena tambahan kalorinya. Karena itu ia menekankan kualitas gizi makanan lebih diutamakan daripada kuantitas makanan saja.
"Yang penting anak-anak mau makan dan makanan tidak terbuang. Jangan sampai makanan hanya diacak-acak dan menjadi sampah," pesan Toto.
Ia menilai program MBG adalah investasi jangka panjang yang memerlukan komitmen berkelanjutan dari berbagai pihak. Dia juga mengingatkan keberhasilan program serupa di India baru terlihat setelah berjalan lebih dari satu dekade.
"Program ini harus berjalan terus-menerus dan tidak boleh berhenti hanya karena berganti pemerintahan. Jika konsisten, Indonesia bisa mencapai hasil yang signifikan, baik dalam hal kesehatan, kemampuan, maupun prestasi generasi mendatang," tuturnya.
Manfaatkan pangan lokal
Sementara itu, Dosen Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian UGM, Profesor Subejo, menekankan pentingnya memanfaatkan bahan pangan lokal untuk program MBG. Subejo mengatakan ketergantungan pada bahan impor seperti gandum menjadi tantangan besar yang harus segera diatasi.
"Indonesia memiliki banyak sumber karbohidrat lokal seperti singkong, jagung, dan sagu. Jika bahan-bahan ini dimanfaatkan, kita tidak hanya mendukung ketahanan pangan tetapi juga memberdayakan petani lokal," jelasnya.
Menurut Subejo, jika masyarakat desa diberi otoritas untuk mengelola dana dan menyusun menu Makan Bergizi Gratis berbasis bahan lokal, distribusi akan lebih efisien dan dekat dengan kebutuhan masyarakat setempat.
"Mekanisme ini juga dapat mengurangi risiko makanan basi karena perjalanan distribusi yang terlalu jauh," ujar Subejo.
Pilihan Editor: Perlukah Susu Masuk Menu Makan Bergizi Gratis?