Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Pangan Hewani Masih Diperlukan, Ahli Gizi: Hindari Lakukan Diet Vegan Pada Anak

Apabila diet vegan diterapkan pada anak, dikhawatirkan kecukupan zat-zat mikronutrien tidak sempurna sehingga baiknya orang tua tidak memaksakan anak.

19 Juli 2022 | 19.25 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan UI Ahmad Syafiq, Ir, MSc, PhD tidak menganjurkan orang tua menerapkan diet vegan pada anak yang masih dalam tahapan tumbuh-kembang terutama pada anak di bawah usia dua tahun (baduta).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Alasannya, kata Syafiq, pangan hewani sangat diperlukan untuk menunjang proses tumbuh-kembang anak. Apabila diet vegan diterapkan pada anak, dikhawatirkan kecukupan zat-zat mikronutrien tidak sempurna sehingga sebaiknya orang tua tidak memaksakan anak untuk menjalani hidup vegan. “Saya tidak setuju kalau vegan itu diberikan pada anak-anak, dia tetap harus konsumsi pangan hewani. Kalau vegetarian, okelah, misalkan lacto-vegetarian, jadi dia masih dapat (protein hewani) dari susu. Jadi jangan langsung ke vegan kalau anak-anak kecil itu, vegan terlalu berat. Itu saran saya,” kata Syafiq dalam webinar bertajuk Tingkatkan Kapasitas Perempuan untuk Bangun Keluarga Sehat, Sejahtera dan Selaras pada Selasa 19 Juli 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia mengatakan bahwa bayi berusia 6-23 bulan sangat memerlukan pemberian makanan tambahan dengan protein hewani. Syafiq menjelaskan bahwa pangan hewani penting untuk dikonsumsi anak-anak karena memiliki kepadatan zat gizi makro dan mikro serta mengandung zat gizi yang sulit ditemukan atau tidak ada pada pangan nabati.

Pada pangan hewani, mikronutrien yang terkandung mudah diserap oleh tubuh sehingga zat besi dapat diserap berkali-kali lipat lebih mudah dibandingkan zat besi yang ada pada pangan nabati. Pangan hewani juga memiliki mutu protein tinggi dengan asam amino esensial yang lengkap. “Kemudian pangan hewani memiliki kandungan faktor anti-nutrient yang rendah. Faktor anti-nutrient itu zat-zat tertentu pada pangan nabati yang mengurangi penyerapan zat gizi lain, misalnya pada teh itu ada tannin yang menghambat penyerapan zat besi. kalau pada pangan non hewani, tidak ada faktor anti-nutrient-nya atau kalaupun ada, itu rendah,” jelas Syafiq.

Khusus pada susu, sumber gizi ini mengandung insulin-like growth factor-1 (IGF-1) yang meningkatkan tinggi badan. Tak hanya itu, menurut studi yang dipublikasikan di jurnal Nature pada 2022, pangan hewani juga dapat menurunkan risiko obesitas yang secara metabolik tidak sehat (metabolically unhealthy obese/MUO). “Konsumsi protein apapun jenisnya. Tapi lebih baik lagi protein dari hewani, itu ternyata menurunkan risiko obesitas,” ujar Syafiq.

Menurut Syafiq, sejumlah penelitian di Indonesia menunjukkan hubungan yang erat antara kekurangan asupan protein hewani terhadap kondisi stunting dan masalah gizi lainnya. Ia menganjurkan agar orang tua bisa memberikan pangan hewani yang mencakup telur, ayam, ikan, daging sapi dan susu. “Sebagai salah satu asupan dengan sumber gizi terlengkap, susu menjadi pilihan asupan baik yang mudah dikonsumsi dan disukai anak-anak,” katanya.

Apabila anak memiliki alergi terhadap susu sapi, Syafiq mengatakan orang tua dapat memilih berbagai alternatif susu, misalnya susu hipoalergenik yang kandungan proteinnya sudah dihidrolisis sehingga tidak menyebabkan alergi apabila dikonsumsi. “Dan tentunya sumber protein hewani itu ada banyak dan beragam, jadi silakan divariasikanlah sesuai dengan kebutuhan anak,” ujar Syafiq.

Baca: Diet ala Katrina Kaif, Jauhi Produk Susu dan Gluten

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus