Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Pentingnya Edukasi untuk Hilangkan Stigma tentang TBC Menurut Kemenkes

Edukasi dan kepedulian terkait tuberkulosis (TBC) perlu ditingkatkan karena masih ada stigma di masyarakat tentang penyakit menular itu.

9 Maret 2024 | 21.41 WIB

Ilustrasi Tuberkulosis atau TBC. Shutterstock
Perbesar
Ilustrasi Tuberkulosis atau TBC. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Tuberkulosis adalah penyakit kronis yang dapat menular dengan mudah melalui udara yang terkontaminasi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, Imran Pambudi, pun mengatakan edukasi dan kepedulian terkait tuberkulosis (TBC) perlu ditingkatkan karena masih ada stigma di masyarakat tentang penyakit itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

"Stigma tentang penyakit TBC masih ada di sebagian masyarakat, termasuk pada pasien TBC dan tenaga kesehatan," ujar Imran, Sabtu, 9 Maret 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Dia menjelaskan dari sejumlah tantangan dalam penanganan TBC salah satunya adalah cakupan pemberian terapi pencegahan TBC (TPT) yang rendah sebab ada masyarakat menolak menerimanya karena merasa tidak sakit dan tidak perlu minum obat. Hal itu disebabkan informasi tentang TPT yang belum sampai ke masyarakat secara luas.

TPT merupakan pemberian obat untuk mencegah TBC pada orang yang berisiko tinggi terkena TBC, seperti kontak erat penderita TBC dan orang dengan HIV/AIDS. Padahal, pemberian TPT bagi orang yang tinggal bersama dengan pasien TBC, orang dengan HIV (ODHIV), dan populasi berisiko lain adalah salah satu cara mencegah agar tidak tertular.

Menurutnya, TBC dapat menyerang segala kalangan dan semua kelompok usia. Dia mengutip data Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) yang menunjukkan notifikasi kasus TBC tahun 2021 sebesar 443.235 kasus, 2022 sebesar 724.309 kasus, dan 2023 berdasarkan data per 1 Februari 2024 sebesar 821.314 kasus.

"Hal tersebut merupakan kabar baik untuk Indonesia karena dengan semakin banyak kasus yang ditemukan maka semakin banyak yang dapat diobati sehingga rantai penularan TBC dapat lebih cepat dihentikan," harapnya.

Pentingnya edukasi
Menurutnya, pengobatan TBC akan berhasil apabila ada komunikasi dan edukasi yang tepat mengenai tuberkulosis yang mudah diterima masyarakat awam sehingga stigma tersebut hilang. Dia menilai upaya seperti itu perlu melibatkan para mitra serta komunitas. 

Imran mengatakan sebagai upaya pencegahan, pemerintah telah menyebarkan informasi dan edukasi tentang gejala dan pencegahan TBC berupa poster, selebaran, iklan layanan masyarakat, unggahan di media sosial, dan lainnya. Setelah itu, pasien TBC perlu diberikan pendampingan psikososial dari komunitas serta organisasi penyintas TBC.

Imran mengatakan tenaga kesehatan juga perlu diberikan edukasi mengenai pemberian terapi tersebut. Selain itu, peningkatan kapasitas perlu digiatkan bagi kader yang mendampingi pasien TBC. Dia juga menjelaskan upaya-upaya penanganan TBC oleh pemerintah, seperti pencegahan yang meliputi imunisasi bayi baru lahir, promosi perilaku hidup bersih dan sehat, pengembangan vaksin TBC.

Kemudian, upaya-upaya lain termasuk surveilans di tempat-tempat berisiko tinggi penularan TBC seperti rumah tahanan, pesantren, penampungan, peningkatan kapasitas fasilitas kesehatan, baik dari segi peralatan maupun sumber daya manusia, serta penguatan kerja sama dengan pemerintah daerah untuk memantau peningkatan pencapaian pengendalian TBC di masing-masing daerah. Imran menilai penyakit menular ini tidak hanya berdampak pada aspek kesehatan namun juga aspek psiko-sosial-ekonomi.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus