Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Spesialis jantung dan pembuluh darah M. Yamin menganjurkan penderita penyakit kardiovaskular melakukan pemeriksaan untuk mendeteksi Obstructive Sleep Apnea (OSA) atau terhambatnya jalan napas saat tidur untuk mencegah keparahan penyakit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya anjurkan, berdasarkan pedoman saat ini, kalau ada penyakit kardiovaskular seperti orang dengan gangguan irama, hipertensi, jantung koroner, sebaiknya OSA-nya dicek meski tidak merasa. Pastikan ada OSA atau tidak," kata dokter di RSUPN Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yamin menjelaskan OSA dapat menyebabkan saturasi oksigen turun sehingga tidur menjadi terganggu. Kondisi tersebut terjadi pada 40-80 persen pasien dengan hipertensi, gagal jantung, penyakit jantung koroner, fibrilasi atrium, dan stroke.
Gejala OSA
Ia menambahkan sekitar 34 persen laki-laki dan 17 persen perempuan usia pertengahan antara 45-59 tahun didiagnosis OSA. Gejala OSA biasanya ditandai dengan rasa mengantuk sepanjang hari, lemas dan tidak segar, mendengkur saat tidur, sering terbangun saat tidur, hingga sulit berkonsentrasi.
Namun, Yamin mengatakan tak sedikit pasien yang tidak merasa mengalami OSA sehingga penderita penyakit kardiovaskular sebaiknya tetap memiliki kewaspadaan dengan memeriksakan diri. Menurut Yamin, OSA akan memperberat komplikasi pada penyakit kardiovaskular sehingga dengan melakukan pemeriksaan diharapkan penyakit kardiovaskular dapat lebih mudah diatasi dan tidak menyebabkan komplikasi.
"Sekitar 80 persen hipertensi yang mandek, enggak turun-turun tekanan darahnya, itu ternyata punya gangguan tidur. Jadi, dengan melakukan pengobatan OSA-nya maka pengobatan penyakit berkaitan dengan jantung akan menjadi lebih mudah," ujar Yamin. "Tapi, perlu diingat bahwa OSA itu hubungannya dengan hipertensi adalah sebagai faktor risiko, bukan penyebab. Jadi, bukan berarti mengobati OSA langsung berhenti pengobatan hipertensinya karena faktor risiko hipertensi itu banyak sekali."
Yamin menambahkan pengobatan OSA hendaknya dilakukan secara sinkron bersamaan dengan pengobatan dan penatalaksanaan penyakit kardiovaskular.