Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Citra Amelinda dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan pola asuh responsif paling ideal untuk tumbuh kembang anak agar optimal. Ia menjelaskan pola asuh responsif merupakan kombinasi antara dua pengasuhan yang sebelumnya sudah dikenal, yaitu otoritarian dan neglect parenting.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Pola asuh responsif ini bisa dibilang yang terbaik untuk saat ini. Posisinya ada di tengah di antara pengasuhan model otoriter dan permisif," kata Citra.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Adapun, pola asuh otoritarian atau otoriter menjadikan orang tua sebagai fokus utama. Biasanya, anak-anak dididik mengikuti semua aturan dan juga keinginan orang tua berdasarkan pengalaman turun temurun yang sudah diberikan. Anak-anak yang tumbuh dengan pola asuh ini cenderung takut berkomunikasi dengan hangat kepada orang tua dan terkadang kurang dapat memaksimalkan potensi diri.
Selanjutnya untuk pola asuh permisif atau dikenal juga dengan istilah neglect parenting biasanya bertumpu hanya pada keinginan anak. Orang tua cenderung mengikuti semua permintaan anak dan pada akhirnya ada aspek-aspek penting seperti kedisiplinan dan keteraturan yang tidak bisa dimiliki anak karena orang tua tidak memperhatikan kebutuhan utama anak. Akhirnya, anak cenderung dimanjakan dan tidak bisa mengembangkan talenta dan potensi untuk bisa belajar menjadi pribadi yang mandiri.
"Jadi, memang pola asuh yang terbaik itu yang model responsif, berada di tengah tidak terlalu otoriter tapi juga tidak terlalu memanjakan anak," jelas Citra.
Pola asuh responsif dapat membentuk karakter anak untuk tetap seimbang dari segi kedisiplinan, keteraturan, hingga aspek kreativitas. Baik orang tua maupun anak terlibat menjalankan pola asuh ini karena anak dapat mengutarakan pendapat dan orang tua dapat membantunya menghadirkan keputusan-keputusan. Dengan demikian anak bisa tumbuh menjadi pribadi yang kuat, tidak hanya secara fisik tapi juga mental ketika masuk ke lingkungan yang sesungguhnya di luar keluarga.