Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Polisi Tangkap Pelaku Eksibisionisme di Bandung, Mengenal Eksibisionis dan Penanganannya

Polisi menangkap pelaku eksibisionisme di Bandung yang dilaporkan pengemudi ojol. Apa itu eksibisionis dan bagaimana penanganannya?

31 Juli 2024 | 11.50 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Seorang pria berinisial RJK (19) mempertontonkan tubuhnya dalam keadaan telanjang kepada pengemudi ojek online (ojol) ketika mengambil pesanan makanan. Tindakan eksibisionisme ini menjadi viral di media sosial.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Ternyata aksi pelaku ini sudah menjadi pembahasan di grup percakapan WhatsApp, yang mengingatkan untuk berhati-hati bila mengirim pesanan ke alamat tersangka," kata Kapolresta Bandung Kombes Kusworo Wibowo di Bandung, Selasa, 30 Juli 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Eksibisionisme meskipun mungkin terdengar asing bagi beberapa orang, merujuk pada suatu kondisi psikologis di mana seseorang mendapatkan kepuasan seksual dengan cara memamerkan alat kelaminnya kepada orang lain yang tidak menginginkannya. 

Dilansir dari psychologytoday.com, perilaku ini sering kali terjadi di tempat umum, seperti di jalanan, taman, atau lokasi-lokasi lain yang terbuka untuk umum. Tindakan eksibisionis tersebut dapat menimbulkan reaksi yang sangat kuat dari orang-orang yang menjadi sasarannya, seperti rasa terkejut, ketakutan, atau bahkan trauma psikologis. Eksibisionisme tidak hanya mengganggu ketertiban umum tetapi juga dapat memiliki dampak serius pada kesejahteraan emosional dan mental korban.

Mengapa Seseorang Melakukannya?

Penyebab eksibisionisme masih menjadi topik yang menarik perhatian para ahli. Beberapa faktor yang mungkin berperan antara lain:

Gangguan mental lainnya

Eksibisionisme seringkali muncul bersamaan dengan gangguan mental lainnya seperti kecemasan sosial, depresi, atau gangguan kepribadian antisosial. Individu dengan kondisi ini mungkin merasa kesulitan dalam berinteraksi sosial dan mencari perhatian melalui cara yang tidak sehat.

Trauma masa kecil

Pengalaman traumatis pada masa kanak-kanak, seperti pelecehan seksual, dapat meninggalkan bekas psikologis yang dalam dan memicu berbagai masalah perilaku, termasuk ekshibisionisme.

Faktor biologis

Beberapa penelitian menunjukkan adanya kemungkinan adanya ketidakseimbangan hormon atau kelainan otak pada penderita eksibisionisme. Namun, penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk mengkonfirmasi hal ini.

Dinamika keluarga

Pola asuh yang tidak sehat, kurangnya kasih sayang, atau adanya konflik dalam keluarga juga dapat menjadi faktor risiko.

Dampak Ekshibisionisme

Eksibisionisme tidak hanya berdampak pada penderita, tetapi juga pada orang-orang di sekitarnya. Beberapa dampak yang mungkin timbul akibat perilaku ini antara lain:

Trauma psikologis

Korban eksibisionisme sering mengalami trauma psikologis seperti kecemasan, depresi, dan gangguan stres pascatrauma.

Ketakutan akan interaksi sosial

Korban mungkin menjadi takut untuk berada di tempat umum atau berinteraksi dengan orang lain karena khawatir mengalami kejadian serupa.

Kerusakan reputasi

Bagi pelaku, ekshibisionisme dapat berdampak negatif pada reputasi dan hubungan sosialnya.

Konflik hukum

Dalam beberapa kasus, ekshibisionisme dapat dikategorikan sebagai tindak pidana dan berujung pada proses hukum.

Bagaimana Mengatasi Ekshibisionisme?

Eksibisionisme adalah kondisi yang dapat "diobati". Terapi yang tepat dapat membantu penderita mengendalikan impuls seksualnya dan memperbaiki kualitas hidupnya. Beberapa jenis terapi yang umum digunakan antara lain:

Terapi perilaku kognitif: Terapi ini bertujuan untuk membantu penderita mengenali pikiran dan perilaku yang memicu keinginan untuk memamerkan alat kelamin, serta mengembangkan strategi untuk menghadapinya.

Terapi obat-obatan: Obat-obatan antidepresan dan penstabil mood dapat membantu mengurangi gejala ekshibisionisme, terutama jika kondisi ini terkait dengan gangguan mental lainnya.

Terapi kelompok: Terapi kelompok dapat memberikan dukungan sosial dan kesempatan bagi penderita untuk berbagi pengalaman dengan orang lain yang memiliki masalah serupa.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus