Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Potret Gigih Pelaksana Kesehatan Kabupaten Bone Sulawesi Saat Pandemi Covid-19

Sejak pandemi Covid-19, pelaksana gizi di puskesmas datang ke rumah-rumah penduduk untuk mengecek kondisi kesehatan mereka.

14 Desember 2020 | 15.21 WIB

Petugas kesehatan Puskesmas Kahu menimbang badan balita dan memberikan konseling ASI kepada para ibu di Desa Arallae, Kecamatan Kahu, Kabupaten Bone. Dok. Istimewa
Perbesar
Petugas kesehatan Puskesmas Kahu menimbang badan balita dan memberikan konseling ASI kepada para ibu di Desa Arallae, Kecamatan Kahu, Kabupaten Bone. Dok. Istimewa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Makassar - Tenaga pelaksana gizi menerapkan pendekatan yang berbeda selama pandemi Covid-19. Jika sebelumnya mereka mencatat kondisi kesehatan masyarakat dengan cara mengumpulkan penduduk di puskesmas, kini tenaga pelaksana gizi harus menjemput bola. Mereka mendatangi rumah-rumah penduduk untuk mengetahui kondisi kesehatan anak, ibu, dan usia lanjut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Seorang tenaga pelaksana gizi Puskesmas Kahu, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, Andi Nurheriana hampir setiap hari memboyong alat penimbang badan dan pengukur tinggi badan dari rumah ke rumah. Masalah kesehatan terpampang nyata ketimbang mengumpulkan masyarakat di puskesmas. Misalkan, ada ibu hamil yang dilarang keluar rumah, penduduk yang kurang gizi, sampai ibu menyusui yang memilih memberikan susu formula kepada bayi ketimbang Air Susu Ibu atau ASI.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Untuk masalah kesehatan yang berkaitan dengan kebiasaan keluarga, kami melakukan pendekatan dulu kepada kepala keluarganya," kata Nurheriana kepada Tempo di Puskesmas Kahu, Selasa 8 Desember 2020. Ketika itu, dia menghadapi satu keluarga yang melarang ibu hamil di dalam keluarga tersebut keluar rumah. Padahal ibu hamil harus memeriksakan kandungan ke dokter, mendapatkan informasi tentang gizi seimbang, berolahraga, dan menghirup udara segar.

Keluarga dan ibu hamil tadi menganggap semua itu tidak penting. "Saya tetap mendatangi rumahnya berkali-kali untuk memberikan pemahaman pentingnya asupan gizi di masa hamil," kata perempuan 42 tahun ini. Saat datang pertama kali, Nurheriana hanya meminta ibu hamil tersebut membuka jendela dan menghirup udara segar. Setelah dua minggu, semangat ibu hamil itu tumbuh. Dia mulai keluar rumah, pergi ke kebun. Saat itulah, Nurheriana mulai menyampaikan konseling bagi ibu hamil.

Petugas kesehatan Puskesmas Kahu mencatat pertumbuhan balita di Desa Maggenrang, Kecamatan Kahu, Kabupaten Bone, Sulawesi Setalan. Dok.

Di Puskesmas Kahu, menurut Nurheriana, ada tiga desa yang sulit dijangkau. Desa yang terletak di pegunungan itu adalah Desa Mattoanging, Desa Pasaka, dan Desa Lalepo. Tenaga pelaksana gizi harus naik sepeda motor selama 30 menit sambil membawa alat penimbang berat dan tinggi badan. Terlebih jika musim hujan, akses menuju tiga desa itu licin karena melewati jalan berbatu dan sungai. "Saya enggak sanggup jika harus naik sepeda motor sendirian," katanya.

Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, Dinas Kesehatan Kabupaten Bone, Eko Nugroho mengatakan ada 38 tenaga pelaksana gizi yang berkunjung ke rumah-rumah penduduk untuk memberikan pelayanan. Apabila ada kasus ibu hamil atau anak yang kurang gizi, maka tenaga pelaksana gizi itu akan memberikan informasi makanan tambahan lokal bernutrisi. "Kami mendorong masyarakat masyarakat untuk membuat sendiri makanan lokal yang memang biasa dikonsumsi di Bone," tutur Eko.

Dinas Kesehatan Kabupaten Bone juga menggandeng tokoh agama dan adat dalam menyampaikan pesan-pesan kesehatan. Dengan begitu, masyarakat lebih mudah menerima, memahami, dan mematuhinya. "Mudah-mudahan ke depan pola pikir masyarakat sudah berubah," kata Eko.

Satu hal yang tak kalah penting, menurut Eko, adalah pelatihan penanganan gizi buruk bagi tenaga pelaksana gizi di puskesmas. Nuheriana mengaku belum pernah mengikuti pelatihan semacam ini. Dia kemudian turut serta dalam webinar yang diselenggarakan Jenewa Madani Indonesia bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, dan United Nations International Children's Emergency Fund atau UNICEF.

Nurheriana memperbarui pengetahuannya, terutama metode pengukuran status gizi seseorang. Nantinya dia tak perlu membopong timbagan badan dan alat pengukur tinggi badan untuk mengetahui status gizi masyarakat. Cukup dengan mengkukur lingkar lengan atas guna mengidentifikasi apakah seseorang masuk kategori kurus, sedang, atau gemuk. "Saya mendapat ilmu baru," katanya.

Tenaga pelaksana gizi di puskesmas juga mendapatkan panduan penanganan gizi buruk. Contoh kasus gizi buruk pada anak yang disebabkan oleh diare dapat tertangani apabila penderita mendapatkan bantuan berupa konseling, taburia, dan biskuit.

Nutrition Spesialist UNICEF Indonesia, Sri Sukotjo mengatakan tingginya persoalan gizi di Indonesia lantaran minimnya informasi tentang asupan nutrisi agar balita tumbuh optimal. Di Indonesia, menurut dia, tercatat 2 juta anak yang kurus akibat gizi buruk dan 1,7 juta anak kelebihan gizi alias obesitas. "Harus ada penguatan bagi kader-kader kesehatan melalui pelatihan dan posyandu merupakan ujung tombak untuk menurunkan stunting," ucap Sri.

Kepala Kantor UNICEF Perwakilan Sulawesi dan Maluku, Henky Widjaja mengatakan persentase stunting di Sulawesi Selatan pada 2019 capai 30,5 persen, turun 5,1 persen dari 2018. Ini yang membuat Sulawesi Selatan berhasil keluar dari sepuluh besar daerah stunting di Indonesia.

Rini Kustiani

Rini Kustiani

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus