Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Gaya Hidup

Rabies Masih Menghantui, Jangan Lupa Vaksin Hewan Kesayangan

Setiap 28 September dunia memperingati Hari Rabies. Sekitar 95 persen kasus penyebaran rabies terjadi di Afrika dan Asia.

28 September 2017 | 09.19 WIB

Seekora anjing cilik harus menahan sakitnya disuntik vaksin rabies di Taipei, 1/8. Kasus bermula dari temua musang dan luwak yang matin tiba, dan kemudian diikuti oleh 100 panggilan telepon yang melaporkan kematian musang didepan rumahnya. AP/Wally Santan
Perbesar
Seekora anjing cilik harus menahan sakitnya disuntik vaksin rabies di Taipei, 1/8. Kasus bermula dari temua musang dan luwak yang matin tiba, dan kemudian diikuti oleh 100 panggilan telepon yang melaporkan kematian musang didepan rumahnya. AP/Wally Santan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Rabies masih menghantui dunia. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Mohamad Subuh mengatakan mayoritas kasus penyebaran rabies itu terjadi di Benua Afrika dan Asia. "Sebanyak 95 persen terjadi di Afrika dan Asia," kata Subuh saat dihubungi Tempo, Rabu, 27 September 2017.

Dunia memperingati Hari Rabies pada 28 September. Penyakit yang diperkirakan hadir sejak 4.000 tahun lalu ini masih menyebabkan rata-rata 55 ribu kasus kematian per tahunnya di dunia. Rabies adalah penyakit infeksi akut susunan saraf pusat pada manusia dan mamalia. Penyakit ini ditandai dengan disfungsi hebat susunan saraf dan hampir selalu berakhir dengan kematian. Penyakit rabies disebabkan oleh virus rabies yang masuk ke genus lyssavirus, famili Rhabdoviridae, dan menginfeksi manusia setelah korban digigit binatang—sebanyak 98 persen lewat anjing. Walau begitu, rabies pun bisa ditularkan melalui kucing, kera, serigala, atau kelelawar. Baca:8 Fakta Rabies, 99 Persen Kematian Akibat Gigitan Anjing

Kewajiban vaksinasi hewan kurang efektif di daerah perdesaan, terutama di negara berkembang, seperti Afrika dan Asia. Terkadang hewan peliharaan mungkin merupakan milik komunitas sehingga pemusnahannya tidak dapat diterima.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan Vensya Sitohang beberapa waktu lalu mengatakan India adalah daerah tertinggi yang memiliki kasus rabies di dunia. Rata-rata terdapat 20 ribu kasus rabies per tahunnya di negara Bollywood itu. Urutan kedua adalah Vietnam dengan rata-rata 9.000 kasus per tahun. Lalu diikuti Cina dengan rata-rata 2.500 ribu kasus per tahun. Selanjutnya, ada Filipina dengan 200-300 kasus per tahun. "Kemudian Indonesia dengan rata-rata 132 kasus per tahunnya," kata Vensya.

Dari 34 provinsi di Indonesia, hanya ada sembilan provinsi yang bebas rabies. Kesembilan provinsi itu adalah Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Papua, dan Papua Barat. Menurut Subuh, ada pula daerah yang dulunya bebas rabies, tapi kemudian memiliki kasus itu, seperti Kalimantan Barat, yang baru memiliki kasus rabies pada 2015. "Jumlah anjing liar semakin banyak karena limpahan dari Kalimantan Tengah," kata Subuh. Baca: Lama Duduk Mempengaruhi Panjang Usia, Intip Penelitiannya

Bersama dengan Kementerian Pertanian, Subuh mengatakan, timnya dari Kementerian Kesehatan mengendalikan penyakit rabies dari akarnya. Kementerian Pertanian lebih fokus mendorong mengendalikan anjing liar dan penggunaan vaksin antirabies pada hewan-hewan peliharaannya. Kementerian Kesehatan akan lebih fokus memberikan penanganan medis di pelayanan umum untuk orang-orang yang terkena gigitan anjing dengan kasus rabies. "Target kami, pada 2020 di Indonesia sudah tidak ada lagi penyakit rabies," ucap Subuh.

Menurut Subuh, pada beberapa kasus anjing langsung dibunuh setelah menggigit manusia. Para peringatan Hari Rabies Sedunia ini, Subuh mengajak masyarakat ikut membantu dan meningkatkan edukasi alam mewaspadai menularnya penyakit ini ke hewan-hewan peliharaannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mitra Tarigan

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Diponegoro serta John Doherty Asia Pacific Journalism Internships Program di Melbourne, Australia, pada 2019. Saat ini fokus menulis isu kesehatan dan gaya hidup serta humaniora

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus