Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kesehatan

Sebab Kipas Angin Tak Selalu Baik Dampaknya kala Udara Panas

Kipas angin bisa menjadi alternatif pengganti AC karena harganya lebih murah. Tapi, bolehkah menggunakannya saat udara sangat panas?

7 Agustus 2019 | 13.59 WIB

Ilustrasi manula disekitar kipas angin. www.bdtonline.com
Perbesar
Ilustrasi manula disekitar kipas angin. www.bdtonline.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah kota di dunia tengah dilanda suhu panas ekstrem. Penduduk kegerahan, bahkan menyebabkan masalah kesehatan yang dapat menyebabkan kematian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Menemukan cara cepat dan efektif untuk mengatasi kenaikan suhu di rumah maupun ruangan telah menjadi prioritas utama. Pendingin ruangan (AC) memang pilihan yang bagus untuk menurunkan suhu, tetapi tidak semua individu mampu membelinya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kipas angin bisa menjadi alternatif pengganti AC karena harganya lebih murah. Tapi, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat memperingatkan bahwa ketika suhu mencapai 32 derajat Celsius, kipas angin tidak membantu melindungi orang-orang dari penyakit yang berhubungan dengan panas.

Sementara itu, Badan Perlindungan Lingkungan AS merekomendasikan tidak menggunakan kipas saat suhu indeks panas atau kombinasi suhu dan kelembaban naik di atas 37 derajat Celsius. Ollie Jay, profesor ilmu kesehatan di Universitas Sydney dan direktur laboratorium ergonomi termal, dan timnya berupaya menguji validitas rekomendasi kesehatan itu.

Seorang pria berusaha menyejukan dirinya dengan kipas angin di Madrid, Spanyol. [REUTERS / Juan Medina]

Dalam sebuah makalah yang diterbitkan dalam Annals of Internal Medicine, Jay dan rekan-rekannya mendokumentasikan sebuah penelitian yang melibatkan 12 pria sehat yang secara sukarela duduk selama 2 jam, masing-masing dalam satu dari dua kondisi yang berbeda, yakni panas kering dengan indeks panas 46 derajat Celcius, dan panas lembab dengan indeks panas 56 derajat Celcius.

Para peneliti mengambil empat langkah berbeda untuk mengukur potensi tekanan panas yang dialami para relawan, yaitu suhu rektum, tekanan pada jantung menggunakan denyut jantung dan tekanan darah, dehidrasi, dan laporan kenyamanan termal pada skala standar. Para peneliti menemukan bahwa di bawah kondisi yang panas dan lembab, kipas angin menurunkan suhu tubuh dan mengurangi ketegangan yang terkait dengan panas pada jantung, serta meningkatkan kenyamanan termal mereka.

Namun, di bawah kondisi panas dan kering, kipas angin justru meningkatkan suhu tubuh, tekanan pada jantung, dan ketidaknyamanan termal. Dengan kata lain, kipas bekerja lebih baik pada suhu indeks panas yang lebih tinggi, demikian seperti dilansir Time.

Penjelasan fisiologisnya, ketika suhu udara melonjak di atas suhu kulit, maka pertukaran udara antara tubuh dan udara beralih. Alih-alih menghilang dari tubuh, panas dari udara yang lebih panas mulai mengalir ke dalam tubuh.

"Begitulah cara kerja oven konveksi," kata Jay. "Kalkun matang lebih cepat jika kipas dinyalakan karena Anda menambahkan panas dengan konveksi lebih cepat."

Jadi, menyalakan kipas angin hanya akan mempercepat perpindahan udara panas ke dalam tubuh, membuat Anda merasa lebih hangat, dan berpotensi meningkatkan suhu tubuh ke tingkat yang tidak sehat.

"Kipas pada suhu berapa pun hingga 104 derajat F (40 derajat C), di mana ada semacam kelembaban, itu bermanfaat," kata Jay. "Tapi karena suhu semakin tinggi, jika kering maka kipas angin semakin tidak berguna dan berpotensi merugikan."

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus