Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Nama Stockholm Syndrome atau dikenal sindrom penyanderaan mulanya didapat dari peristiwa perampokan bank tahun 1973 di Stockholm, Swedia. Selama kebuntuan enam hari dengan polisi, banyak pegawai bank yang ditawan menjadi simpatik terhadap pelaku perampok bank.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah mereka dibebaskan, beberapa pegawai bank menolak bersaksi melawan perampok bank di pengadilan dan bahkan, mengumpulkan uang untuk pembelaan mereka. Seorang kriminolog dan psikiater yang menyelidiki peristiwa tersebut mengembangkan istilah, "Stockholm Syndrome”.
Apa Itu Stockholm Syndrome
Melansir WebMD, Stockholm Syndrome bukanlah diagnosis psikologis, melainkan sebuah respons emosional. Ini biasa terjadi pada beberapa korban pelecehan dan penyanderaan ketika mereka memiliki perasaan positif terhadap pelaku atau penculik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kadang-kadang orang yang ditahan atau mengalami pelecehan dapat memiliki perasaan simpati atau perasaan positif lainnya terhadap penculiknya. Ini tampaknya terjadi selama berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bertahun-tahun penahanan dan kontak dekat dengan penculiknya.
Ikatan tersebut dapat tumbuh antara korban dan penculiknya. Hal ini dapat mengarah pada perlakuan yang baik dan lebih sedikit kerugian dari pelaku karena mereka juga dapat menciptakan ikatan positif dengan korbannya.
Seseorang yang menderita sindrom Stockholm mungkin memiliki perasaan yang membingungkan terhadap pelaku, termasuk rasa cinta, simpati, empati, hingga keinginan untuk melindungi pelaku kejahatan.
Gejala Stockholm Syndrome
Dihimpun dari Cleveland Clinic, berikut beberapa gejala yang mungkin dialami seseorang yang mengidap Stockholm Syndrome:
- Perasaan positif terhadap penculik atau pelaku.
- Simpati atas keyakinan dan perilaku penculiknya.
- Perasaan negatif terhadap polisi atau tokoh otoritas lainnya.
Selain itu, ada pula gejala lain yang berkaitan dengan gangguan stres pasca-trauma (PTSD), antara lain sebagai berikut:
- Selalu bersikap mengenali masa lalu atau kilas balik.
- Merasa curiga, jengkel, gelisah atau cemas.
- Tidak bisa bersantai atau menikmati hal-hal yang sebelumnya Anda nikmati.
- Sulit berkonsentrasi.
Penyebab Stockholm Syndrome
Tidak semua orang yang berada dalam situasi penculikan atau kejahatan sejenis bisa mengalami Stockholm Syndrome. Tidak sepenuhnya jelas mengapa beberapa orang bereaksi seperti ini, tetapi dianggap sebagai mekanisme bertahan hidup. Seseorang mungkin menciptakan ikatan ini sebagai cara untuk mengatasi situasi yang ekstrim dan menakutkan.
HARIS SETYAWAN
Pilihan editor : Cemburu Berlebihan Tanpa Bukti, Apa Itu Sindrom Othello
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung.