Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Memikirkan aspek-aspek positif dari hidup melajang dapat membantu mengurangi rasa takut lajang. Ini karena menjadi lajang juga bisa memberikan imbalan dan menawarkan kehidupan bahagia dan memuaskan. Tapi ketakutan kuat untuk melajang dapat menyebabkan perilaku tidak sehat, seperti menurunkan standar hubungan, dikutip Psychology Today.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan laman sama disebutkan, beberapa orang melihat status lajang sebagai status yang harus dihindari dengan cara apa pun. Ini karena mereka tidak menyadari adanya peluang untuk menjadi lajang. Bukti baru mendukung gagasan bahwa saat orang mengalami ketakutan kuat untuk melajang, mereka mungkin berperilaku berlawanan dengan kepentingan terbaik mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Para ahli telah mengidentifikasi beberapa ciri umum di antara orang-orang yang sangat takut lajang. Misalnya orang-orang itu lebih mungkin merasa ada yang salah dengan mereka apabila tidak mempunyai pasangan. Mereka juga merasa cemas untuk tetap melajang sepanjang hidup, dan merasakan tekanan bahwa mungkin sudah "terlambat" bagi mereka untuk menemukan cinta jangka panjang.
Banyak orang takut menjadi lajang karena status mereka saat ini sebagai orang lajang, tapi orang lain yang sangat takut melajang kini berada dalam hubungan jangka panjang. Kendati demikian, kelompok pertama mungkin merasa mendapat stigma aktif karena masih lajang. Sementara kelompok kedua takut akan kemungkinan perpecahan.
Mereka mungkin memiliki motivasi kuat untuk tetap menjalin hubungan bukan hanya karena mereka ingin tetap menjalin hubungan, namun juga untuk menghindari masa lajang di masa depan.
Lantas mengapa rasa takut yang kuat untuk melajang bisa menjadi masalah bagi banyak orang? Bukti-bukti terkumpul menunjukkan orang-orang yang sangat termotivasi untuk menghindari kehidupan lajang mungkin terlibat dalam perilaku berisiko demi kesejahteraan mereka.
Dilansir Psychology Today akhir pekan ini, berikut bagaimana ketakutan menjadi lajang memprediksi kecenderungan tidak sehat.
1. Meningkatkan kerinduan terhadap mantan pasangan
Pada dasarnya merindukan cinta yang hilang bukan masalah. Tapi keasyikan berkepanjangan dengan mantan pasangan dapat membatasi ruang mental untuk pemikiran lain yang berpotensi lebih positif. Hal tersebut bisa menguras energi orang-orang, yang seharusnya mereka habiskan untuk berinvestasi dalam pengalaman mereka menjadi lajang.
Melajang memberikan banyak sekali kebebasan untuk mengeksplorasi dan mengembangkan minat baru. Adapun manfaat dari menjadi lajang mungkin sulit dilihat jika Anda sibuk dengan mantan.
2. Mendorong penyelesaian
Saat seseorang terdorong untuk menghindari kehidupan lajang, bukti menunjukkan bahwa mereka cenderung menurunkan standar mereka dan menerima hubungan kurang memuaskan. Menjadi tidak bahagia adalah satu hal. Tetapi rasa takut melajang menjadi sangat bermasalah apabila hal itu mendorong orang untuk tetap berada dalam hubungan penuh kekerasan secara emosional atau fisik.
3. Meramalkan keinginan putus hubungan seks
Sejalan dengan gagasan bahwa rasa takut menjadi lajang memicu kerinduan terhadap mantan pasangan, orang (khususnya wanita) yang mempunyai rasa takut kuat untuk melajang, lebih cenderung menginginkan hubungan seks putus.
Hubungan seks yang putus dapat dianggap sebagai kesempatan untuk menghidupkan kembali hubungan yang rusak atau beralih dari "off" ke "on" lagi. Namun menghidupkan kembali hubungan asmara kemungkinan besar akan berhasil jika motivasinya bukan sekedar untuk "tidak" melajang. Ini karena hubungan jangka panjang yang berkembang membutuhkan motif yang jauh lebih substantif.
4. Berkurangnya jarak sosial dalam konteks kencan
Pada saat risiko COVID-19 meningkat, orang-orang dengan ketakutan lebih kuat terhadap kehidupan lajang cenderung melakukan kedekatan fisik dalam konteks kencan.
Dengan kata lain, kendati kebanyakan orang mungkin mematuhi standar keselamatan, kemungkinan menjalin hubungan romantis mungkin terlalu menarik bagi orang-orang yang sangat takut untuk menjadi lajang. Bagi mereka, mungkin ada baiknya mempertaruhkan kesehatan untuk bertemu seseorang.
Menjadi lajang bukanlah satu pengalaman. Keberagaman yang mendasari pengalaman melajang sangat penting untuk dihargai, terutama bagi individu yang mungkin takut hidup sebagai lajang.
Penelitian eksperimental sudah menunjukkan bahwa menghabiskan waktu memikirkan aspek-aspek negatif dari hidup melajang bisa menimbulkan ketakutan menjadi lajang. Padahal memikirkan aspek positif tidak menimbulkan kekhawatiran seperti itu.