Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tren perokok di seluruh dunia mengalami perubahan. Pada abad 20, perokok banyak berada di negara dengan pendapatan tinggi. Sementara pada abad 21, kecenderungan perokok lebih banyak di negara berkembang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dulu 70 persen di negara maju, 30 persen negara berkembang. Sekarang sebaliknya,” kata Ridhwan Fauzi, Ketua Badan Khusus Pengendalian Tembakau Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) kepada Tempo melalui pesan Whatsapp, Jumat, 11 Juni 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kandidat doktor dalam bidang Manajemen dan Kebijakan Kesehatan Universitas Chulalongkorn ini menuturkan, saat ini, lebih dari setengah perokok yang ada di dunia hanya berada di lima negara. Kelima negara itu adalah Brasil, Cina, India, Indonesia, dan Rusia.
Perubahan ini terjadi karena banyak orang di negara berkembang yang mulai merokok. Sementara di negara maju sudah memiliki kesadaran untuk berhenti. “Di negara maju, program pengendalian tembakau berjalan lebih efektif,” ucapnya.
Julian Melcer memungut puntung rokok yang ada di pantai Laut Mediterania sebagai bagian dari kampanye lingkungan dalam Hari Bumi Sedunia di sebuah pantai, di Tel Aviv, Israel 20 April 2021. REUTERS/Amir Cohen
Ridhwan menuturkan, secara global, ada 226 juta perokok yang hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka menghabiskan sepuluh persen pendapatannya untuk mengkonsumsi rokok.
“Kondisi ini menyebabkan mereka terjebak dalam jeratan kemiskinan yang tidak berujung karena pengeluaran untuk kesehatan berkurang sementara mereka rentan mengalami berbagai penyakit karena rokok, yang bisa menguras pengeluaran kesehatan,” tuturnya.
Selain masalah kesehatan, Ridhwan mengatakan, rokok juga mengancam kelestarian lingkungan hidup. Musababnya, dalam sehari, ada sekitar 10 miliiar puntung rokok yang dibuang sembarangan. “30 sampai 40 persen sampah yang dipungut di kota dan di pantai, itu puntung rokok,” ujarnya.
Masih betah jadi perokok? Ayo berhenti untuk lingkungan yang sehat.
Baca juga: WHO: Kemungkinan Perokok Mati Akibat Covid-19 Lebih Tinggi 50 Persen