Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pakar kesehatan masyarakat drg. Laifa Annisa mengatakan Pemerintah Indonesia perlu meniru cara Eropa dalam menangani kecanduan merokok pada masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya tahu di Belanda, misalnya, mereka punya klinik untuk mengatasi kecanduan, salah satunya untuk rokok. Jadi, memang ada klinik khusus smoking cessation (upaya berhenti merokok) yang terprogram. Beberapa menggunakan produk alternatif sebagai instrumen,” kata Laifa, Jumat, 24 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Laifa menjelaskan pemerintah Belanda berupaya memanfaatkan berbagai media untuk membantu penyembuhan kecanduan, termasuk menggunakan produk alternatif sebagai instrumen. Pendekatan tersebut dapat dijadikan pembelajaran, terutama dalam menciptakan program yang terstruktur menggunakan produk alternatif tembakau untuk mengurangi angka perokok dewasa.
Meski masih ada tantangan bagi perokok, riset terbaru dari IPSOS pada 2023 menunjukkan sekitar 70 persen perokok di Indonesia menganggap vape sama atau lebih berbahaya daripada rokok konvensional.
“Anggapan ini tentu perlu diluruskan apabila Indonesia ingin belajar dari negara lain untuk menurunkan angka prevalensi perokok di dalam negeri,” kata dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta itu.
Menurutnya, seruan untuk regulasi yang tepat sasaran bagi industri vape adalah peluang untuk kemajuan. Dengan transparansi, akuntabilitas, dan praktik yang bertanggung jawab, regulasi dapat meningkatkan standar kesehatan masyarakat sambil mendorong inovasi.
Swedia contoh sukses
Sementara itu, pakar nikotin dan kesehatan masyarakat Dr. Karl Fagerstrom mengatakan perdebatan mengenai risiko produk rokok elektrik dan produk alternatif lain telah dibahas oleh ahli kesehatan internasional pada forum "No Smoke, Less Harm" pada 7 Mei 2024 di Stockholm, Swedia. Fagerstrom mengatakan Swedia adalah salah satu contoh sukses penerapan produk alternatif tembakau sebagai bagian kampanye berhenti merokok.
“Perbedaan antara rokok dan penggunaan produk tanpa asap sangat penting. Meskipun nikotin bersifat adiktif, tidak menyebabkan penyakit serius yang berhubungan dengan merokok,” ujarnya.
Dia menjelaskan temuan itu mendukung pergeseran fokus dari stop nikotin total menjadi beralih ke alternatif yang tidak terlalu berbahaya bagi perokok yang tidak dapat berhenti sepenuhnya. Ia juga menjelaskan Swedia adalah contoh terbaik ketika produk tembakau tanpa asap diberikan ruang.
Konsumsi nikotin di Swedia dan negara-negara Eropa lain rata-rata hampir sama tetapi tingkat kanker paru-paru Swedia jauh lebih rendah sebesar 41 persen dan kematian akibat tembakau lebih sedikit. Ia menilai hal ini terjadi karena produk nikotin yang digunakan warga Swedia merupakan produk alternatif tembakau seperti kantung nikotin atau rokok elektrik.
“Pengalaman di Swedia menunjukkan bahwa mengatasi misinformasi tentang nikotin di masyarakat dapat menghasilkan kebijakan kesehatan yang lebih melindungi masyarakat,” tandasnya.
Pilihan Editor: Kecanduan Pornografi Meningkat sejak Pandemi, Begini Kata Pakar