Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Gaya Hidup

Vape, Alternatif Bagi yang Mau Stop Merokok? Cek 4 Risikonya

Vape atau rokok eletronik adalah alaternatif bagi mereka yang ingin stop merokok. Cek penjelasannya dari pemerhati kesehatan publik.

3 November 2018 | 13.51 WIB

Ilustrasi rokok elektrik atau vaping dan rokok tembakau atau konvensional. Shutterstock
Perbesar
Ilustrasi rokok elektrik atau vaping dan rokok tembakau atau konvensional. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Yogyakarta - Dalam metode pengurangan risiko penggunaan tembakau (Tobacco Harm Reduction/THR) lewat penggunaan tembakau alternatif bagi perokok yang sulit atau pun ingin berhenti merokok, vape atau rokok elektrik salah satunya. Dalam produk-produk tembakau alternatif, vape termasuk dalam produk Electronics Nicotine Delivery Systems (ENDS).

Baca juga: Sebabkan Radang Paru, Vape Lebih Berbahaya dari Rokok Tembakau

Menurut Ketua Koalisi Bebas TAR (Kabar) dan Peneliti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) Indonesia, dokter gigi Amaliya, vape lebih mudah ditemukan dan paling banyak dikonsumsi di Indonesia ketimbang produk tembakau alternatif lainnya, seperti snus, nikotin tempel, permen karet nikotin, atau pun nikotin semprot.

“Lebih disukai karena efek ngebulnya seperti rokok. Tapi itu bukan asap, melainkan uap,” kata Amaliya.

Vape juga mempunyai kandungan zat yang lebih rendah risiko karena dipanasi ketimbang rokok konvensional yang dibakar. Berdasarkan hasil riset lembaga penelitian di bawah Kementerian Federal Pangan dan Pertanian Pemerintah Federal Jerman, German Federal Institute for Risk Assessment (BfR) pada 2003, rokok konvensional mengandung zat yang bersifat toksisitas atau merusak sebanyak 80-99 persen dan tembakau alternatif mengandung risiko 1-10 persen. “Artinya, vape tetap berisiko. Tapi lebih kecil,” kata Amaliya.
Ilustrasi rokok elektrik. Christopher Furlong/Getty Images
Risiko itu terkandung pada cairan atau liquidnya yang mengandung empat zat. Pertama, propylene glycol atau PG yang merupakan zat pembawa cairan yang dipanasi sehingga menghasilkan uap. PG biasa ditemukan pada produk kosmetik, obat asma semprot, juga dry ice yang memunculkan efek uap yang tebal seperti asap pada acara konser-konser musik. Efek sampingnya berupa mulut kering dan tenggorokan gatal.

Kedua, nikotin yang merupakan zat adiktif yang bisa mengakibatkan kecanduan karena memberi sensasi kenikmatan. Selain tembakau, nikotin juga ditemukan pada tanaman lain, seperti bunga kol, tomat, dan terong. Nikotin dalam dunia medis digunakan untuk obat Alzeimer, terapi fokus untuk autis.

“Pilot pesawat tempur yang diberi nikotin menjadi lebih fokus dan performanya bagus,” kata Amaliya. Meski demikian, penggunaan nikotin pada produk tembakau alternatif harus dipantau takarannya agar tidak membahayakan. “Kalau kebanyakan nikotin masuk instalasi gawat darurat,” kata Amaliya.

Ketiga, vegetable glycerine (VG) yang merupakan zat yang diambil dari tanaman. Biasa digunakan untuk campuran deterjen, sabun, juga ditemukan pada lemak mentega.

Keempat, perasa yang biasanya diambil dari rasa makanan, seperti strawberry, kopi, cokelat. Namun tidak menutup kemungkinan produsen yang nakal mencampurnya dengan aroma parfum sehingga harus ada pengawasan. “Perasa itu biar perokok enggak bosan. Kalau cuma ngebul-ngebul saja, apa nikmatnya,” kata Amaliya.

Selanjutnya, siapa sebetulnya yang boleh menggunakan Vape?


Persoalannya, menurut Ketua Paguyuban Vaporizer Yogyakarta (Pavy) Robertus Bryan Alvano, 20 persen pelanggan vape di Yogyakarta adalah remaja. Meskipun vape diperuntukkan usia 18 tahun ke atas tidak menutup kemungkinan penjual tak menolak pembeli yang berusia 15 tahun. Sementara pelanggan terbanyak usia 18-20 tahun, kemudian 25-30 tahun.

“Mereka pilih vape bukan untuk mengambil manfaatnya ketimbang rokok. Tapi untuk gaya hidup,” kata Robertus.

Pilihan tren gaya hidup dengan vape itu mulai menjalar di Yogyakarta sejak 2016. Berbeda ketika vape baru masuk ke Kota Gudeg itu pada 2013 yang dipilih untuk diambil manfaatnya.
Pekerja meneteskan cairan rokok elektronik (vape) di Bandung, 7 November 2017. Pemerintah melalui Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan memastikan akan mengenakan cukai untuk cairan vape. ANTARA/M Agung Rajasa
Amaliya pun mengingatkan, bahwa tujuan penggunaan vape adalah untuk membantu perokok berat bisa menghentikan kebiasaan merokoknya secara bertahap.

“Jadi vape untuk perokok. Bukan untuk yang mau belajar merokok atau pemula,” kata Amaliya yang mentargetkan “no vaping no smoking” pada akhirnya.  

Salah satu upaya untuk mencegah risiko berbahaya pada penggunaan produk tembakau alternatif, menurut pengamat hukum Universita Sahid Ariyo Bimmo diperlukan regulasi baru yang berbeda dengan pengaturan soal rokok. Seperti aturan pengenaan biaya cukai pada hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL), termasuk vape mulai 1 Oktober 2018 lalu oleh pemerintah. Regulasi baru nantinya juga mengatur tentang produk, penjualan, promosi, iklan, sponshorship, serta tempat di mana produk tembakau alternatif bisa dikonsumsi. Termasuk pengaturan kadar kandungan zat dalam tembakau alternatif itu.

“Karena produk tembakau alternatif [seperti vape] lebih rendah risikonya ketimbang rokok, regulasinya pun seharusnya berbeda dan tak seketat rokok,” kata Ariyo. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pito Agustin Rudiana

Koresponden Tempo di Yogyakarta

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus