Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (Rukki), Mouhamad Bigwanto, menilai rencana kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek, tidak akan meningkatkan maraknya rokok ilegal. Keyakinan ini berdasarkan data pemerintah Australia yang telah menerapkan kebijakan kemasan rokok polos sejak 2012.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Data independen tentang rokok ilegal di Australia menunjukkan tingkat penggunaan rokok ilegal yang relatif rendah dan stabil baik sebelum maupun setelah penerapan kebijakan kemasan polos," kata Bigwanto dalam 'Press Briefing Menyoal Merek, Golongan, dan Jumlah Rokok dalam Pengawasan Kemasan Rokok Standar/Polos: Benarkah Perlu?' di Jakarta, Selasa 8 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bigwanto mengatakan, hasil riset yang menunjukkan kebijakan kemasan rokok polos memunculkan rokok ilegal, diragukan kredibilitasnya. Menurut Bigwanto, semua studi tentang rokok ilegal di Australia yang berhubungan dengan kebijakan kemasan polos berasal dari data PWC dan KPMG.
Kedua lembaga itu diduga menerima dana dari Industri rokok. Sehingga, ada dugaan konflik kepentingan dalam riset itu. "Tak hanya di Australia, di Inggris, berita tentang kaitan antara penerapan kemasan standar dan peningkatan rokok ilegal hanya disampaikan oleh media yang mengutip penelitian yang tidak mempunyai metodologi jelas dan didanai oleh industri tembakau," kata Bigwanto.
Bigwanto mengatakan, riset independen di Australia justru menunjukkan tingkat penggunaan rokok ilegal yang relatif rendah dan stabil baik sebelum maupun setelah penerapan kebijakan kemasan polos.
Bahkan, kata Bigwanto, jumlah total tembakau pada 2014-2015 jauh lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelum penerapan kebijakan kemasan rokok polos. "Artinya tidak benar, kebijakan kemasan rokok polos berpotensi meningkatkan kasus rokok ilegal," kata Bigwanto.
Sebelumnya, Asosiasi Ritel Vape Indonesia (Arvindo) mengkhawatirkan kebijakan kemasan polos tanpa merek akan mendorong pertumbuhan produk-produk rokok elektronik ilegal di pasaran. Kondisi tersebut akan menekan penjualan produk-produk legal milik industri rokok elektronik.
"Pada akhirnya, produk-produk ilegal yang diuntungkan karena tidak membayar cukai. Apalagi mereka yang menjual produk ilegal secara online tidak peduli nasib industri dan tidak melakukan verifikasi terhadap pembeli apakah sudah berusia 21 tahun atau belum. Hal ini akhirnya menjadi permasalahan baru," kata Sekretaris Jenderal Arvindo Rifqi Habibie Putra melalui keterangan yang diterima di Jakarta, Senin.
Kementerian Kesehatan saat ini sedang membahas Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Produk Tembakau dan Rokok Elektronik yang antara lain menyangkut keharusan produsen menjual dalam kemasan rokok polos.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sebelumnya mengatakan rencana penerapan aturan kemasan rokok polos dalam Rencana Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) mendapat banyak penolakan dari pengusaha, sehingga masih tahap kajian.
“Ya itu sedang dikaji dengan mitra kami. (Perkembangannya) bagus,” kata dia usai acara Peluncuran buku Authorized Biography Sri Mulyani Indrawati berjudul NO LIMITS: Reformasi dengan Hati di Aula Dhanapala Kemenkeu pada Jumat, 20 September 2024.
Budi Gunadi menuturkan sejauh ini masih tahap kajian dan perkembangannya baik-baik saja. Ia juga akan berdiskusi dengan pelbagai stakeholder termasuk pengusaha. “Saya tetap panggil pengusaha-pengusaha untuk berdiskusi mengenai pemberlakuan aturan itu,” ujar Budi.
Adil Al Hasan Berkontribusi dalam tulisan ini.