Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Kain Songket, Bukti Kekuasaan Kerajaan Sriwijaya yang Menyebar ke Malaysia dan Brunei Darussalam

Keindahan kain songket menyebar ke seluruh wilayah kekuasaan Sriwijaya, yaitu sebagian besar wilayah di Sumatera, Kalimantan, dan Semenanjung Malaya.

1 Agustus 2022 | 15.29 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Seorang pengusaha menunjukan kain songket Silungkang yang biasa dibeli oleh pelanggannya di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, 11 Agustus 2020. Meski dibuat dengan peralatan sederhana, keindahan songket Silungkang bernilai jual sangat tinggi. Pedagang menjualnya mulai harga Rp350 ribu hingga Rp10 jutaan per helai, tergantung motif dan bahannya. ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kain songket ataupun jenis kain tenun khas tradisional di Indonesia melewati berbagai proses rumit dan panjang. Tak sembarang, songket ditenun menggunakan benang emas dan perak yang memberikan kesan anggun nan glamor bagi yang mengenakannya. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kain songket dalam sejarahnya, merupakan gambaran kesuksesan Kerajaan Sriwijaya kala itu. Dari Palembang, keindahan kain songket  menyebar ke seluruh penjuru wilayah kekuasaan Sriwijaya, yaitu sebagian besar wilayah di Sumatera, Kepulauan Riau, Kalimantan dan Semenanjung Malaya, Thailand, Kamboja, dan juga sebagian Jawa.Hingga kini songket masih digunakan oleh masyarakat Palembang, Riau dan etnis Melayu pada umumnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sayangnya, pada 2021 UNESCO menyatakan songket masuk dalam Daftar Representatif Warisan Budaya Non-benda Kemanusiaan milik Malaysia. Hal itu dimungkinkan jika kita melihat persebaran kain songket sejak zaman Kerajaan Sriwijaya itu. 

Asal Usul Songket 

Istilah songket mengacu pada teknik tenun dekoratif yang digunakan untuk membuat kain, dengan menyisipkan benang emas atau perak di antara benang dasar. Alat tenun songket disebut kek, alat tenun tradisional yang bersusun dua. Pembuatan yang tak mudah membuat satu kain songket dapat memakan waktu berbulan-bulan dalam prosesnya, walaupun dikerjakan oleh seorang ahli.

Pola dan motif desain kain songket amat khas dengan bentuk geometris serta elemen organik seperti burung, bunga maupun serangga. Dulu, kain songket hanya dipakai oleh bangsawan dan keluarganya, namun kini masyarakat Melayu pun dapat mengenakannya di acara tradisional, pernikahan, maupun perayaan lainnya.

Songket seringkali diberikan pengantin laki-laki ke pengantin perempuan sebagai hantaran persembahan pernikahan. Kini laki-laki Melayu pun sering menggunakan songket dengan dipadu baju Melayu untuk acara formal. Songket dikenakan di atas celana panjang bagi laki-laki, sedangkan untuk kaum perempuan songket dililitkan sebagai kain sarung yang dipadukan dengan kebaya atau baju kurung.

Selain di Malaysia, kain songket juga dikenal sebagai pakaian tradisional etnis Melayu di Indonesia, Singapura, dan Brunei Darussalam. Berdasarkan sebuah penelitian songket dinilai berkaitan dengan Kerajaan Sriwijaya.

Bahan utama pembuatannya yaitu sutra diproduksi oleh petani ulat sutra lokal, namun masyarakat juga mengekspor bahan sutra dari Tiongkok untuk kualitas kain songket yang lebih bagus. Sedangkan benang emas songket diproduksi oleh masyarakat sekitar dengan mengolah emas yang dihasilkan dari beberapa daerah di Sumatera.

ANNISA FIRDAUSI

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.  

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus