Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Perjalanan

Lebaran Topat di Lombok, Ziarah Naik Cidomo Lalu Bejamjam

Perayaan Lebaran Topat di Lombok berlangsung di Pantai Duduk, Senggigi, Kecamatan Batulayar, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat atau NTB.

16 Juni 2019 | 22.08 WIB

Seribu buah ketupat tersusun rapi membentuk ketupat raksasa di acara Lebaran Topat di Lombok. Dok Humas Pemda Lombok Barat
Perbesar
Seribu buah ketupat tersusun rapi membentuk ketupat raksasa di acara Lebaran Topat di Lombok. Dok Humas Pemda Lombok Barat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Mataram - Perayaan Lebaran Topat di Lombok berlangsung di kawasan Pantai Duduk, Senggigi, Kecamatan Batulayar, Lombok Barat, NTB, Minggu 16 Juni 2019. Sejak subuh, masyarakat mulai memadati kawasan pantai untuk melaksanakan ritual Lebaran Topat yang biasa diperingati oleh Suku Sasak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di sana, Bupati Lombok Barat Fauzan Khalid, Wakil Bupati Sumiatun, bersama pemuka adat melakukan zikir dan doa bersama. Beberapa wisatawan dari dalam dan luar negeri turut menikmati acara ini. Rombongan pejabat dan tokoh setempat kemudian menuju Makam Batulayar untuk melaksanakan ziarah makam.

Untuk menuju makam, rombongan menggunakan cidomo, yakni kereta yang ditarik seekor kuda, yang sudah dihias. Cidomo kembali digunakan guna mengingat kembali para leluhur yang dulu datang dari berbagai pelosok ke Batulayar dengan alat transportasi tradisional ini saat Lebaran Topat.

Bupati Lombok Barat Fauzan Khalid beserta rombongan naik cidomo menuju makam saat merayakan Lebaran Topat. Dok Humas Pemda Lombok Barat

Sampai di Makam Batulayar, tepatnya di kuburan seorang wali bernama Al Habib Abdurrahman Al Idrus, rombongan berbaur dengan masyarakat yang juga sedang melakukan ziarah makam. Karena kewaliannya, oleh masyarakat Lombok Barat khususnya, makam ini diyakini sebagai wadah spiritual dan dikeramatkan. Setiap hari para peziarah datang silih berganti berkunjung ke makam ini. "Tahun 2019 ini, saban hari selalu ramai peziarah," kata Herman, juru kunci makam.

Sebagaimana tradisi ziarah makam, terlebih dulu seorang tokoh agama memimpin alunan selakar dengan syair-syair Islami. Dilanjutkan dengan zikir dan doa, baru kemudian membasuh wajah di atas makam atau istilahnya bejamjam atau beseraup di atas makam Al Habib Abdurrahman Al Idrus.

Tradisi bejamjam dilakukan dengan air yang dari sumur emas. Air di sumur ini konon muncul dari tancapan tongkat sang wali. Sumur emas tersebut terletak sekitar 500 meter di bawah kompleks makam. Sembari mencuci wajah, para peziarah memanjatkan doa dengan berbagai maksud.

Simak: Menteri Pariwisata Arief Yahya: Contoh Lombok untuk Wisata Halal

Usai melakukan ziarah makam, rombongan melanjutkan perjalanan menuju pusat acara di pinggir Pantai Duduk atau sekitar 200 meter dari makam Batulayar. Di lokasi ini, ratusan tamu undangan beserta masyarakat bisa menikmati berbagai pertunjukan seni budaya khas Lombok, diantaranya Bebedug, Zikir Saman, Tari Rudat, dan Tari Kontemporer.

Di pusat acara tersebut juga terdapat 1.000 buah ketupat yang tersusun rapi membentuk ketupat raksasa berukuran 140 x 80 sentimeter. Ketupat raksasa ini disebut 'Topat Agung'. Tampak berbagai ornamen janur berbahan daun kelapa muda sebagai penghias ketupat raksasa ini. Di sekelilingnya penuh lauk pauk, seperti opor ayam, gulai, urap-urapan, aneka panganan tradisonal, serta buah dan sayur.

Topat Agung ini kemudian dipraje atau digotong menuju mimbar acara didampingi lima orang 'Pemucuk' di depan. Pemucuk adalah istilah barisan terdepan yang terdiri dari tokoh agama dan tokoh masyarakat yang mengawal prosesi adat. Pemucuk kemudian bertugas untuk matur kepada bupati sebagai bentuk laporan kesiapan dimulainya acara.

Prosesi Lebaran Topat kemudian dimulai dengan pemotongan Topat Agung oleh bupati selaku pemimpin daerah. Selanjutnya seluruh tamu undangan dan masyarakat yang hadir dipersilakan menikmati hidangan yang ada.

Bupati Lombok Barat Fauzan Khalid memotong ketupat di Pantai Duduk Batu Layar. Dok Humas Lombok Barat

Ketupat dengan empat sisi mengandung filosofi bahwa dalam menjalani kehidupan ini terdapat empat unsur kehidupan manusia. Ketupat juga melambangkan nafsu dunia yang dibungkus dengan hati nurani. Dengan begitu, Lebaran Topat dimaknai menyambut keberhasilan umat Muslim mengatur nafsunya dengan melakukan puasa sunah di bulan Syawal yang cukup berat.

Baca juga: Pemerintah NTB Promosi MotoGP Mandalika Sampai ke Paris

"Lebaran Topat kini telah bermetamorfosis menjadi prosesi yang tidak hanya berdimensi sakral tapi juga sosial dan kultural," kata Bupati Lombok Barat Fauzan Khalid. Dimensi sakral Lebaran Topat berkaitan dengan persepsi dan penghargaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dimensi sosial berkaitan dengan upaya menjaga harmoni antar sesama manusia.

Adapun dari perspektif pembangunan kultural bermakna bagaimana budaya mampu memberikan spirit dalam upaya pelestarian budaya di Lombok khususnya. "Bagi saya, Lebaran Topat adalah simbol atau isyarat untuk selalu berbahagia dan bersyukur kepada Allah," katanya.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus