Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Perjalanan

Perempuan Tengger dan Simpul Sarung sebagai Simbol Status

Di antara para pemakai sarung, cara para perempuan melilitkan kain di tubuh tampak paling unik. Mereka memiliki pola yang hampir mirip satu sama lain.

9 April 2018 | 15.15 WIB

Seorang perempuan suku Tengger di Desa Ranu Pani, Lumajang, Jawa Timur, menggunakan kain bersimpul di sisi depan. Ini menunjukkan bahwa ia telah menikah. TEMPO
Perbesar
Seorang perempuan suku Tengger di Desa Ranu Pani, Lumajang, Jawa Timur, menggunakan kain bersimpul di sisi depan. Ini menunjukkan bahwa ia telah menikah. TEMPO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Lumajang - Orang-orang suku Tengger membebat tubuh mereka dengan kain saban hari, khususnya kain sarung. Pemandangan ini lekat di pengamatan wisatawan bila kebetulan berkunjung ke permukiman suku itu, yang salah satunya berada di kaki Gunung Semeru, Desa Ranu Pani, Lumajang, Jawa Timur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Tempo berkunjung ke Desa Ranu Pani pada Jumat, 6 April 2018, dan mendapati masyarakat setempat memiliki gaya berpakaian yang sama. Desa di ketinggian 2.100 meter di atas permukaan laut (mdpl) dengan hawa dingin mencapai minus 4 derajat itu membuat penduduk lokal kudu terbiasa berlindung di balik hangatnya kain sarung, baik untuk aktivitas harian maupun kegiatan formal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di antara para pemakai sarung, cara para perempuan melilitkan kain di tubuh tampak paling unik. Mereka memiliki pola yang hampir mirip satu sama lain. Berbeda dengan laki-laki yang membebatkan kain tanpa pola khusus, sarung-sarung perempuan, menurut cerita penduduk setempat, punya makna istimewa.

Hal ini berhubungan dengan status tiap-tiap perempuan: lajang, janda, atau menikah. Semuanya hanya dibedakan letak simpulnya, yakni menyamping ke kiri, kanan, atau menggantung di belakang leher.

Warga lokal, Fitri Hutami, yang ditemui di tengah ladang perkebunan kentang, menjelaskan makna letak simpul kain-kain tersebut. "Ikatan di tengah begini, seperti saya, menunjukkan kalau perempuan sudah menikah," ujarnya sembari merumput.

Fitri meletakkan ikatan simpul tepat di depan dada, membiarkan dua sisi kain terbelah di tengah dengan bagian lain menutupi bahu hingga tergerai sampai punggung.

Perempuan lain mengikat simpul dan meletakkannya di sisi bagian kanan. Kedua bagian kain itu membelah di pundak yang menjuntai hingga tumit. Posisi ini menunjukkan mereka adalah gadis yang siap menikah.

Pola lain dengan letak berseberangan atau tersimpul di pundak kiri memiliki makna berlainan. Konon, perempuan pemakai sarung yang bersimpul di sisi kiri ialah janda, entah janda cerai atau janda ditinggal wafat.

Perempuan lain tertangkap meletakkan simpul di belakang leher sehingga tubuh bagian depannya tertutup. Pola seperti ini acap dipakai perempuan yang sudah menikah dan tengah hamil. "Biar hangat," ucap Fitri.

Di tengah hawa dingin, kain yang menutupi setengah bagian tubuh para perempuan itu nyatanya tak cuma menampilkan fungsi, tapi juga simbol identitas. "Jadi laki-laki tak sembarang menggoda," ujarnya.

FRANCISCA CHRISTY ROSANA

Francisca Christy Rosana

Lulus dari Universitas Gadjah Mada jurusan Sastra Indonesia pada 2014, ia bergabung dengan Tempo pada 2015. Kini meliput isu politik untuk desk Nasional dan salah satu host siniar Bocor Alus Politik di YouTube Tempodotco. Ia meliput kunjungan apostolik Paus Fransiskus ke beberapa negara, termasuk Indonesia, pada 2024 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus